Menginterpretasi Fungsi Sosial Teks Opini/Editorial

Dalam kehidupan kita sehari-hari kita tentu dekat dengan media cetak menyerupai surat kabar, majalah, dan tabloid, semuanya niscaya menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar berita. Tapi, tak semua penggunaan kata di media cetak tersebut sesuai dengan ejaan yang berlaku yaitu EYD. Kesalahan tersebut sanggup berupa ketidak sesuaian pada penggunaan kata, tanda baca, maupun singkatan dan akronim.

Pers mempunyai fungsi pencerdas bangsa yang lebih menentukan. Pers sekaligus menjadi pencari informasi dan menjadi guru bahasa. Guru bahasa di sini diartikan mempunyai kepedulian yang kesannya mencerahkan pikiran warga masyarakat. Dalam penyampaian informasi tentunya penggunaan ejaan yang baik sangat diharapkan lantaran dengan adanya penggunaan ejaan yang baik kita sanggup dengan gampang memahami informasi yang di sampaikan.

Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu abjad atau lebih. Sedangkan akronim, ialah singkatan yang berupa adonan abjad awal, adonan suku kata, ataupun adonan abjad dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata. Akronim atau singkatan yang terdiri dari dua atau tiga abjad disarankan sebaiknya tidak dijadikan judul artikel, kecuali untuk kasus-kasus istimewa, lantaran kependekan dan singkatan yang terdiri dari dua atau tiga abjad sanggup mempunyai kepanjangan lebih dari satu dalam bahasa-bahasa yang berbeda.

Untuk pembentukan akronim, hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut. Pertama, jumlah suku kata kependekan jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia. Kedua, kependekan dibuat dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.

Pil Pilu Pemilu
Oleh: Zen Hae (Penyair dan Kritikus Sastra)
No.StrukturKalimat
1.Pernyataan PendapatPemilihan umum (pemilu) bukan hanya pesta demokrasi, tetapi juga pesta kependekan (dan singkatan). Menjelang dan ketika pemilulah kita menyaksikan bangsa kita memproduksi kependekan secara besar-besaran. Pemilu itu ialah sebuah akronim, begitu juga tahapan dan perangkatnya: pemilukada atau pilkada, pileg, pilpres, pilwalkot, luber jurdil, parpol, bawaslu/panwaslu, balon, dapil, caleg, capres/cawapres, pantarlih, dan seterusnya.
2.ArgumentasiBegitulah, pangkal soal utama kependekan dalam hasrat akan keringkasan dalam berkomunikasi. Kita menggunakan kependekan sebagai salah satu jalan keluar semoga kalimat yang kita ungkapkan terasa ringkas, gampang diucapkan dan diingat oleh lawan bicara kita, bangsa yang beringatan pendek ini.

Sejatinya, kependekan bukanlah kata. Ia hanya kata semu yang proses morfologisnya menimbulkan, setidaknya, tiga kecenderungan. Pertama, prinsip semau gue. Satuan terkecil kependekan ialah abjad atau suku kata dari sejumlah kata yang dipadatkan. Namun, tidak ada janji dalam pemadatan itu. Huruf atau suku kata manakah dari sebuah kata yang mesti dicomot: yang pertama, yang tengah, yang akhir, atau kombinasi ketiganya. Apakah yang mesti dikutip ialah unsur kata dasar atau kata turunan. Semuanya boleh sepanjang kependekan itu sanggup “diperlakukan sebagai sebuah kata”, lantaran begitulah pengertian dasar kependekan berdasarkan Pedoman Ejaan yang Disempurnakan (2009).

Akan tetapi, bagaimana kita sanggup memperlakukan kependekan sebagai sebuah kata, dengan cara yang masuk akal pula? Ambil pola lain: “Sentra Gakkumdu” (Sentra Penegakan Hukum Terpadu). Meski berdasarkan syarat pembentukan kependekan ia tidak lebih dari tiga suku kata dan taat asas dengan mengambil suku kata terakhir setiap kata, “Gakkumdu” ialah “kata” yang aneh, baik suara maupun kombinasi vokal dan konsonannya.

Kedua, pencomotan abjad atau suku kata itu menggiring kita ke dalam perangkap alusi bunyi. Sadar atau tidak, ketika membuat akronim, kita membayangkan suara yang menyerupai dengan suara kata yang sudah ada, atau bahkan sama persis, sehingga kata yang sudah ada itu mengalami pengayaan makna. Misalnya, “pileg” (pemilu legislatif) beralusi suara dengan pilek; “caleg” (calon anggota legislatif) dengan calo, sementara “balon” (bakal calon) sebunyi dengan balon.

Terakhir, sebaliknya, pembentukan kependekan juga menghindari jebakan alusi bunyi. Sejak awal Orde Baru, “pemilihan umum” diakronimkan dengan “pemilu”, bukan “pilum” atau  “pemilum” (jika mengacu ke pola “ketum”), tidak juga “pilu”, yang mencomot unsur kata dasar pilih dan umum. Jika pemilu diakronimkan dengan “pilu”, akan segera beralusi suara dengan kata pilu yang kita sudah tahu maknanya. Jika “pilu” yang digunakan, permainan makna akan menyasar ironi pemilu di masa itu: pemenangnya partai tertentu melulu. Sedangkan sekarang “pemilu” sanggup juga dimaknai sebagai “menyebabkan pilu atau sakit hati” jawaban munculnya pelbagai sengketa dan kecurangan pemilukada.

Memang, dalam pembuatannya, kependekan yang berpola kadang tidak menarik atau membingungkan, maka orang menentukan yang melenceng tetapi menghasilkan kemerduan suara (misalnya “sisminbakum”) atau menyaran kepada impian dan doa. Itulah mengapa Wiranto, capres dari Partai Hanura, menyingkat namanya menjadi “Win”, bukan “Wir”, lantaran dengan “Win” ia berharap akan meraih kemenangan di pilpres. Sedangkan dengan “Wir” terkesan peluangnya akan “terkiwir-kiwir" sebagaimana pernah dinyatakan seorang pengguna Twitter.
3.Pernyataan Ulang PendapatAkhirulkalam, bagaimana semestinya perilaku kita terhadap akronim? Saya mendapatkan kependekan sebagai sebentuk kreativitas dan permainan makna yang menyegarkan. Pada titik tertentu, ia terasa mengotori bahasa Indonesia atau memperbingung penuturnya, apalagi penutur asing. Agar gampang dipahami dalam berkomunikasi, syaratnya sederhana: kita harus merumuskan kalimat sepadat dan sejernih mungkin—bukan membuat kependekan atau singkatan.
(Sumber: Majalah Tempo, 24 Februari—2 Maret 2014, halaman 78)

Apa yang Anda ketahui perihal akronim? Akronim ialah singkatan yang berupa adonan abjad awal, adonan suku kata, ataupun adonan abjad dan suku kata dari deret kata yang di perlukan sebagai kata.

Apakah Anda oke dengan pernyataan bahwa pemilihan umum bukan hanya pesta demokrasi, tetapi juga pesta akronim? Setuju lantaran pada ketika pemilihan umum banyak sekali kependekan yang dipakai menyerupai caleg, dapil, cagub, pileg, TPS, panwaslu, gastarlih, pilpres dan masih banyak yang lainnya.

Apakah Anda oke dengan pernyataan bahwa penyebab utama pembuatan kependekan ialah keinginan akan keringkasan dalam berkomunikasi? Setuju lantaran secara umum, akronim-akronim tersebut dibuat untuk mempersingkat jumlah kata semoga menghemat waktu dalam pengucapan. Selain itu, sebagian kependekan sengaja diplesetkan semoga terkesan lucu, untuk membuat keakraban komunikasi sehari-hari.

Setujukah And bahwa akronim, pada titik tertentu, terasa mengotori bahasa Indonesia? Setuju lantaran ketika ini, terdapat banyak kependekan berkembang di masyarakat. Namun, tidak sedikit yang menerjang kaidah kebahasaaan. Pada salah satu media cetak ditemukan penulisan kependekan markus (kasus Anggodo-Bank Century). Akronim markus  yang berarti ‘makelar kasus’ tersebut membingungkan masyarakat umum lantaran kombinasi vokal dan konsonannya terkesan aneh. Kebanyakan masyarakat akan mengira bahwa markus ialah nama orang yang ditunjuk Anggodo dalam masalah Bank Century. Lalu, begitu dinamiskah bahasa sehingga seringkali dibuat seenaknya dan terkadang memunculkan makna gres yang belum tentu berterima di masyarakat.

Perhatikan kependekan “KarSa” (Soekarwo-Saifullah Yusuf) dan “balon” (bakal calon). Kemukakanlah pendapat Anda perihal kedua kependekan tersebut. Pada kependekan KarSa suku kata yang diambil ialah pada belahan tengah (Su-kar-wo Sai-ful-lah Yu-suf), menyaran pada Karsa yang berarti daya (kekuatan) jiwa yang mendorong makhluk hidup untuk berkehendak. Pada kependekan balon belahan yang diambil ialah belahan depan dan belahan belakang (ba-kal ca-lon). Menyaran pada kemerduan suara jikalau dibandingkan apabila menggunakan kependekan baca (ba-kal ca-lon)

Perhatikan dengan saksama kutipan berikut ini. "Kita menggunakan kependekan sebagai salah satu jalan keluar semoga kalimat yang kita ungkapkan terasa ringkas, gampang diucapkan dan diingat oleh lawan bicara kita, bangsa yang beringatan pendek ini" Menurut Anda, apa sesungguhnya yang ingin disampaikan penulis opini “Pil Pilu Pemilu” ini? Kata lain untuk ‘bangsa pelupa’ ialah ‘bangsa pendek ingatan’. Ambiguitas pengertian serta merta timbul dari ungkapan ‘bangsa pendek ingatan’, alasannya kata-kata ini sanggup bernuansa negatif, sepadan dengan kelompok insan yang bertindak emosional dan tidak sanggup berpikir jauh ke depan. Atau, sesudah bertindak gres mulai berpikir, sehingga segala konsekuensi yang mengikutinya bukan lagi menjadi tanggung jawab si penutur.

“Akronim bukanlah kata. Akronim hanyalah kata semu yang proses morfologisnya mengakibatkan prinsip semau gue”. Kemukakanlah pendapat Anda perihal hal ini. Satuan terkecil kependekan ialah abjad atau suku kata dari sejumlah kata yang dipadatkan. Namun, tidak ada janji dalam pemadatan itu. Huruf atau suku kata manakah dari sebuah kata yang mesti dicomot: yang pertama, yang tengah, yang akhir, atau kombinasi ketiganya. Apakah yang mesti dikutip ialah unsur kata dasar atau kata turunan. Pembuat kependekan terkadang hanya mementingkan kemerduan suara saja tanpa memperhatikan proses pembentukan katanya.

Bagaimana Anda menyikapi kependekan yang berkembang dalam bahasa Indonesia? Bahasa merupakan ungkapan dan cerminan kehidupan budaya dalam arti yang luas. Dapat juga dikatakan bahwa perubahan bahasa mencerminkan perubahan budaya dalam banyak sekali segi. Bahasa menunjukkan citra orang yang menggunakan bahasa itu. Akronim cenderung hanya dimengerti oleh kalangan tertentu, kependekan itu cenderung membingungkan, bahkan pembaca atau pendengar sanggup terkecoh atau tertipu.

Menurut Anda, apakah kependekan sanggup memperkaya atau malah merusak bahasa Indonesia? Menurut admin kependekan sanggup merusak bahasa Indonesia. Menyingkat-nyingkat goresan pena memang gampang saja, tapi bahayanya ialah merusak bahasa. Misalnya kependekan murmer kepanjangannya yaitu murah meriah yang tujuannya tentu saja untuk menarik perhatian pembaca/pelanggannya dalam rangka promosi. Menurut admin tidak perlulah menambah, mengurangi, bahasa kita yang justru malah merusak bahasa kita Indonesia. Bukankah cinta tanah air termasuk di dalamnya cinta bahasa Indonesia? Hal ini yang perlu kita tanamkan kembali pada generasi-generasi muda Indonesia untuk lebih cerdas dengan berbahasa yang baik.

Carilah banyak sekali kependekan yang telah berkembang dalam bahasa Indonesia. Buatlah pola kalimat yang mengandung kependekan tersebut.
No.AkronimKepanjanganContoh dalam Kalimat
1.PuskesmasPusat kesehatan masyarakatPuskesmas ialah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disatu atau sebagian wilayah kecamatan.
2.TilangBukti PelanggarangKalau anda ingin menghadiri sidang, datanglah sesuai tanggal sidang yang tertera di surat tilang ke PN yg ditunjuk.
3.RudalPeluru kendaliSebelum tahun 2012, boleh dibilang lini sista rudal udara ke udara yang dimiliki Tentara Nasional Indonesia AU cukupinferior bila dibandingkan AU Singapura dan AU Malaysia.
4.PemkotPemerintah KotaMenjelang Lebaran, tim adonan Pemkot Malang mengadakan inspeksi mendadak makanan dan minuman di sejumlah toko dan swalayan
5.GepengGelandangan dan pengemisDua gepeng yang biasa mangkal di Simpang Siti Hajar Jalan Jamin Ginting Medan, berlari kencang ketika Satuan Polisi Pamong Praja hendak menangkap mereka.
6.SiskamlingSistem keamanan lingkunganDalam pelaksanaan kegiatan ataupun acara siskamling, dilakukan dengan ronda. Ronda ialah berjalan berkeliling (patroli) untuk menjaga keamanan di kampung / desa setempat baik dengan jalan kaki ataupun menggunakan kendaraan bermotor.
7.PosyanduPos pelayanan terpaduMenurut Effendy (1998), Posyandu merupakan lembaga komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat, dari oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya insan semenjak dini.
8.TogaTanaman Obat keluarGAPemanfaatan TOGA yang dipakai untuk pengobatan gangguan kesehatan keluarga berdasarkan tanda-tanda umum adalah: Demam panas, Batuk, Sakit perut, dan Gatal-gatal.
9.Sinetronsinema elektronikRCTI kembali mendobrak dunia persinetronan tanah air dengan mengeluarkan salah satu sinetron yang bergenre remaja, cinta dan sedikit keren berbau jalanan dimana para pemainya sekelas bintang film Ganteng Stefean William dalam sinetron ini mengendari motor Sport dengan para ganknya.
10.CuranmorPencurian kendaraan bermotorKapolsek Serpong Kompol Heribetrus Ompusunggu menunjukkan tersangka dan barang bukti curanmor ketika di Mapolsek Serpong,
Menginterpretasi Fungsi Sosial Teks Opini/Editorial Menginterpretasi Fungsi Sosial Teks Opini/Editorial Reviewed by dannz on 4:53 AM Rating: 5