Mengevaluasi Struktur Teks Opini/Editorial

Teks opini/editorial yakni teks yang berisi permasalahan yang bersifat faktual yang ditulis menurut sudut pandang; opini atau pendapat dari penulis. Di dalam editorial terdapat fakta dan opini. Fakta yakni hal yang bersifat faktual yang diambil dari insiden atau insiden meaupun banyak sekali tanda-tanda yang terjadi di masyarakat. Opini yakni argumen atau jawaban redaksi terhadap insiden atau tanda-tanda yang dijadikan pokok pembicaraan dalam editorial yang disertai pula dengan harapan-harapan yang bertujuan untuk memperlihatkan solusi terhadap permasalahan yang dibahas.

Susunan teks opini/editorial dibentuk semenarik mungkin dengan memperlihatkan banyak sekali argumen, data-data yang menunjang pendapat dari penulis wacana perkara yang sedang dibahas. Data-data yang dipakai itu bertujuan untuk mensugesti atau mengubah persepsi pembaca atau pendengar untuk mengikuti atau mendapatkan pendapat penulis teks tersebut.

Pada acara ini Anda diminta untuk sanggup mengajukan argumentasi bahwa sesuatu itu benar adanya atau sesuatu yang diusulkan itu harus dilakukan. Hal ini sesuai dengan fungsi sosial teks opini. Dengan merekonstruksi nilai-nilai dan tujuan sosial yang menerapkan kelaziman kebahasaan, serta mengikuti tahapan struktur teks yang telah ditetapkan, diharapkan secara bersama bisa membangun sebuah teks opini/editorial.

Struktur Teks
Setiap teks mempunyai struktur yang berbeda. Struktur teks tersebut berfungsi untuk membentuk struktur berpikir seseorang sehingga setiap penguasaan jenis teks tertentu maka seseorang akan mempunyai kemampuan berpikir sesuai dengan struktur teks yang telah dikuasainya. Dengan banyak sekali macam jenis teks yang dikuasai maka seseorang akan menguasai pula banyak sekali struktur berpikir. Struktur berpikir akan berimbas pada bagaimana seseorang sanggup memberikan pesan, pikiran, gagasan, pendapat, atau idenya kepada orang lain. Perhatikan struktur teks berikut ini.

Sastra Facebook, Sebuah Alternatif Pengembangan Proses Kreatif
No.StrukturKalimat
1.Pernyataan PendapatSastra dekat kaitannya dengan dunia imajinasi. Sastra lahir oleh dorongan insan untuk mengungkapkan perkara manusia, kemanusiaan, dan semesta melalui imajinasi tersebut. Sastra juga merupakan karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan emosional. Sastra yang telah dilahirkan oleh sastrawan diharapkan sanggup memberi kepuasaan estetika dan intelektual bagi pembaca. Siapa pun itu berhak mengekspresikan imajinasinya dan bebas memberikan pesan moral yang dibawanya melalui karya yang diciptakannya. Namun, sering karya sastra tidak bisa dinikmati oleh setiap orang lantaran banyak sekali keterbatasan. Salah satu faktor penyebabnya yakni kurangnya wahana pemublikasian karya sastra tersebut, sehingga kerap karya yang telah dilahirkan jadinya harus mengendap di laci sang penulis, terutama bagi penulis pemula.
2.ArgumentasiSebuah karya sastra, apabila tidak dipublikasikan, maka akan menguap begitu saja tanpa makna. Untuk memublikasikan sebuah karya sastra itulah diharapkan wahana. Selama ini, wahana yang tersedia yakni media cetak, baik itu buku, koran, majalah, serta tabloid. Dengan banyak sekali keterbatasan, menyerupai jumlah halaman pada buku atau jumlah kata pada rubrik-rubrik sastra di koran, mengakibatkan karya sastra yang dimuat harus melalui proses penyeleksian. Tentu saja kesempatan terbesar untuk sanggup dimuat dalam media cetak tersebut ada pada para sastrawan yang telah mempunyai nama besar. Bagi penulis pemula, apabila karyanya tidak spektakuler, atau belum memenuhi kriteria yang telah ditetapkan redaktur, harus mencoba dan mencoba lagi. Hal inilah yang kadang membuat banyak penulis pemula frustasi dan bahkan menetapkan untuk tidak akan mencoba menulis lagi, dan mencamkan dalam dirinya bahwa ternyata ia tidak berbakat.

Padahal untuk memunculkan kreativitas diharapkan proses, yakni proses kreatif. Dengan berputus asa menyerupai itu, berarti penulis pemula itu telah pula menghambat proses kreatif yang ada dalam dirinya. Ide-ide imajinatif yang masih bercokol dalam otak insan itu, apabila diperlakukan dengan maksimal akan memunculkan sebuah proses kreatif. Menciptakan suasana yang sanggup mengalirkan gagasan dengan bebas merupakan salah satu unsur proses kreatif itu sendiri. Berbagai kecenderungan yang sanggup memengaruhi daya kreasi, pengembangan, dan pelaksanaan gagasan sudah selayaknya tak diberi peran, sehingga pemunculan kreativitas tak tersumbat.

Cybersastra, sebagai sebuah wahana, muncul menjawab kegelisahan para penulis atau sastrawan pemula. Wahana ini muncul sekitar awal tahun 2001 seiring dengan merebaknya internet di Indonesia. Cybersastra ini sanggup menyalurkan segala bentuk ide bagi penulis pemula yang menjadi tonggak gres kehadiran dunia sastra yang bersifat bebas. Dalam hal ini, karya sastra tidak mengenal ruang, waktu, bahasa, dan mendobrak sekat-sekat negara, lantaran dengan beberapa detik goresan pena yang dimuat akan terekspos ke seluruh belahan negara. Setiap penulis yang memuat karyanya di wahana ini tidak perlu melewati serentetan hukum yang diciptakan para redaktur menyerupai pada media cetak. Harus diakui bahwa koran dan media cetak lainnya telah punya andil dalam membesarkan nama-nama sastrawan, tetapi terlalu naif apabila menganggap koran atau media cetak menjadi satu-satunya sumber untuk membuat seseorang menjadi sastrawan, terutama pada masa keterbukaan dan masa digital ini.

Kehadiran Cybersastra membawa suatu penemuan gres dalam menduniakan karya sastra. Theora Aghata dalam esainya “Sastra Cyber: Beberapa Catatan”, terangkum dalam Sastra Pembebasan Antologi Puisi-Cerpen-Esai (2004), mengungkapkan bahwa keberadaan Cybersastra telah menjadi wahana dan wacana sangat penting, justru lantaran fleksibilitas dan kemampuannya untuk menjadi sebuah barometer gres bagi kemajuan sastra kita (Indonesia) di masa depan. Peranan strategis Cybersastra merupakan wahana berkreasi yang bisa meng-update karya secara singkat sehingga menunjang produktivitas dan mendorong perkembangan sastra. Selain itu wahana ini juga mengembangkan wacana kritis dan mengasah kemampuan maupun pemikiran. Kegiatan-kegiatan sastra dalam beberapa tahun terakhir marak berkembang melalui internet, termasuk karya-karya sastra di situs-situs jejaring sosial, menyerupai Facebook, Twitter dan sebagainya.

Facebook sebuah situs web jejaring sosial terkenal yang diluncurkan pada 4 Februari 2004 ini, kerap dijadikan media pengekspresian imajinasi bagi banyak orang. Sebagai media umum terbuka, Facebook telah bisa menerima daerah bagi pelaku sastra. Siapa saja bebas menyiarkan karya-karyanya lewat media ini dan setiap orang pun bebas memperlihatkan komentar atau sekadar mengacungkan jempol sebagai bentuk apresiasi terhadap karya tersebut. Melalui jejaring sosial yang didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang mahasiswa Harvard kelahiran 14 Mei 1984 ini,  siapa saja mempunyai keleluasaan mengembangkan ide-ide dan gagasan secara bebas. Pemunculan ide kreatif yang terkait dekat dengan kemampuan mentransformasikan serangkaian gagasan abstrak, sanggup diubah menjadi sebuah realitas melalui wahana ini. Bahkan beberapa komunitas sastra yang bergerak di sini, menyerupai “Kopi Sastra”, “Rumah Sastra”, “Dunia Sastra”, dan banyak lagi membentuk kelompok sendiri. Dengan memakai kemudahan yang disediakan Facebook, mereka saling menyebarkan karya, mengomentari satu sama lain, dan mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan sastra.

Media ini mempunyai peranan penting dalam menghidupkan karya sastra. Bagi para penulis pemula, media ini bisa dijadikan sebagai sebuah bentuk pencarian jati diri di tengah masyarakat dalam memasarkan karya-karyanya. Bagi para sastrawan yang karya-karyanya telah dipublikasikan di media cetak, boleh saja ikut memasarkan karya-karya tersebut melalui media ini. Barangkali, melalui media cetak, karya yang dihasilkannya itu tidak bisa dinikmati oleh semua sasaran, tetapi melalui Facebook, karyanya akan dengan cepat dan gampang diketahui banyak orang. Selain itu, pemilik akun Facebook bisa saling berkomentar seputar dunia sastra dan karya-karya yang dipublikasikan, tanpa harus mengeluarkan biaya banyak. Si pemilik karya pun bisa melihat sejauh mana apresiasi masyarakat terhadap karyanya.  
3.Pernyataan Ulang PendapatTidak adanya batasan kreativitas pada Facebook ini, menyerupai halnya media cetak, mengakibatkan kebebasan berimajinasi penulis cenderung membuat hal-hal baru, yang terkadang bersifat sesuka hati. Akibatnya, karya-karya sastra yang lahir pun semakin liar dan kadang tak terkendali. Oleh lantaran itu, kualitas sastra Facebook layak pula ditinjau lebih jauh. Meskipun problem mutu bersifat relatif, tetapi hendaknya karya-karya yang lahir melalui media ini tetap berbasis teori sastra secara lazim.

Jangan hingga kehadiran sastra Facebook mementahkan kreativitas, hanya mementingkan kuantitas karya-karya yang berdesakan ingin dipublikasikan tanpa memedulikan kualitas. Tanpa  adanya seleksi menyerupai pada sastra koran dan sastra buku, tentu menjadi peluang sangat besar akan terjadinya hal semacam ini. Jika perkara ini berlarut-larut tanpa adanya kritik melalui penelitian sastra secara signifikan dan konsisten, maka justru akan menjadi titik degradasi sastra secara besar-besaran.
(Sumber: Riau Pos, Sabtu, 6 April 2013)

Apakah yang disampaikan pada penggalan pernyataan pendapat?
Sastra lahir oleh dorongan insan untuk mengungkapkan perkara manusia. Siapa pun itu berhak mengekspresikan imajinasinya dan bebas memberikan pesan moral yang dibawanya melalui karya yang diciptakannya. 

Apa pula isu yang ada pada penggalan argumentasi?
  1. Sebuah karya sastra, apabila tidak dipublikasikan akan menguap begitu saja tanpa makna. Untuk memublikasikan sebuah karya sastra diharapkan wahana yaitu media cetak, baik itu buku, koran, majalah, serta tabloid. 
  2. Untuk memunculkan kreativitas diharapkan proses, yakni proses kreatif. Dengan berputus asa penulis pemula itu telah pula menghambat proses kreatif yang ada dalam dirinya.
  3. Cybersastra, sebagai sebuah wahana, muncul menjawab kegelisahan para penulis atau sastrawan pemula. Cybersastra ini sanggup menyalurkan segala bentuk ide bagi penulis pemula yang menjadi tonggak gres kehadiran dunia sastra yang bersifat bebas.
  4. Kehadiran Cybersastra membawa suatu penemuan gres dalam menduniakan karya sastra. Cybersastra telah menjadi wahana dan wacana sangat penting, justru lantaran fleksibilitas dan kemampuannya untuk menjadi sebuah barometer gres bagi kemajuan sastra kita (Indonesia) di masa depan. 
  5. Facebook sebuah situs web jejaring sosial terkenal kerap dijadikan media pengekspresian imajinasi bagi banyak orang. Sebagai media umum terbuka, Facebook telah bisa menerima daerah bagi pelaku sastra. Siapa saja bebas menyiarkan karya-karyanya lewat media ini.
  6. Media ini mempunyai peranan penting dalam menghidupkan karya sastra. Bagi para penulis pemula, media ini bisa dijadikan sebagai sebuah bentuk pencarian jati diri di tengah masyarakat dalam memasarkan karya-karyanya.  

Fakta dan Opini
Agar sanggup memengaruhi pembaca, penulis opini sering menambahkan data dan fakta untuk mendukung pendapatnya. Carilah argumentasi yang terdapat dalam teks “Sastra Facebook, Sebuah Alternatif Pengembangan Proses Kreatif”. Identifikasikanlah argumentasi yang ada, apakah merupakan pendapat penulis atau fakta yang mendukung pendapat penulis.

Pendapat penulis
  1. Sebuah karya sastra, apabila tidak dipublikasikan, maka akan menguap begitu saja tanpa makna. 
  2. Bagi penulis pemula, apabila karyanya tidak spektakuler, atau belum memenuhi kriteria yang telah ditetapkan redaktur, harus mencoba dan mencoba lagi. 
  3. Hal inilah yang kadang membuat banyak penulis pemula frustasi dan bahkan menetapkan untuk tidak akan mencoba menulis lagi, dan mencamkan dalam dirinya bahwa ternyata ia tidak berbakat.
  4. Dengan berputus asa menyerupai itu, berarti penulis pemula itu telah pula menghambat proses kreatif yang ada dalam dirinya.
  5. Oleh lantaran itu, kualitas sastra Facebook layak pula ditinjau lebih jauh. Meskipun problem mutu bersifat relatif, tetapi hendaknya karya-karya yang lahir melalui media ini tetap berbasis teori sastra secara lazim.

Fakta
  1. Untuk memublikasikan sebuah karya sastra itulah diharapkan wahana. Selama ini, wahana yang tersedia yakni media cetak, baik itu buku, koran, majalah, serta tabloid. 
  2. Menciptakan suasana yang sanggup mengalirkan gagasan dengan bebas merupakan salah satu unsur proses kreatif itu sendiri.
  3. Kegiatan-kegiatan sastra dalam beberapa tahun terakhir marak berkembang melalui internet, termasuk karya-karya sastra di situs-situs jejaring sosial, menyerupai Facebook, Twitter dan sebagainya.
  4. Kehadiran Cybersastra membawa suatu penemuan gres dalam menduniakan karya sastra.
  5. Theora Aghata dalam esainya “Sastra Cyber: Beberapa Catatan”, terangkum dalam Sastra Pembebasan Antologi Puisi-Cerpen-Esai (2004), mengungkapkan bahwa keberadaan Cybersastra telah menjadi wahana dan wacana sangat penting, justru lantaran fleksibilitas dan kemampuannya untuk menjadi sebuah barometer gres bagi kemajuan sastra kita (Indonesia) di masa depan. 
  6. Cybersastra, sebagai sebuah wahana, muncul menjawab kegelisahan para penulis atau sastrawan pemula. 
  7. Facebook sebuah situs web jejaring sosial terkenal yang diluncurkan pada 4 Februari 2004 ini, kerap dijadikan media pengekspresian imajinasi bagi banyak orang.
  8. Melalui jejaring sosial yang didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang mahasiswa Harvard kelahiran 14 Mei 1984 ini, siapa saja mempunyai keleluasaan mengembangkan ide-ide dan gagasan secara bebas.
Mengevaluasi Struktur Teks Opini/Editorial Mengevaluasi Struktur Teks Opini/Editorial Reviewed by dannz on 4:53 PM Rating: 5