Sistem Ekonomi Liberal Di Indonesia

Pada masa pasca akreditasi kedaulatan Pemerintah Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan yang cukup berat sebagai jawaban ketentuan-ketentuan yang ada dalam KMB, yaitu meningkatnya nilai utang Indonesia, baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri. Struktur perekonomian yang diwarisi dari penguasa kolonial Belanda ternyata masih berat sebelah, hal ini dokarenakan nilai ekspor Indonesia pada dikala itu masih sangat tergantung pada beberapa jenis hasil perkebunan yang nilainya jauh di bawah produksi pada kala sebelum Perang Dunia II.

Pada dikala itu Indonesia sebetulnya secara tidak pribadi menganut sistem ekonomi liberal. Pemerintah memperlihatkan kebebasan kepada pihak abnormal untuk mengolah sumber daya alam Indonesia. Hal ini terjadi alasannya ialah negara belum bisa mengolah sumber daya alam yang ada. Sistem ekonomi liberal atau sistem ekonomi pasar bebas ialah sistem perekonomian yang memperlihatkan kebebasan sepenuhnya dalam segala bidang perekonomian kepada masing-masing individu untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya.

Pada masa itu terdapat dua permasalahan yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia. Permasalahan jangka pendek yang dihadapi pemerintah Indonesia dikala itu ialah tingginya jumlah mata uang yang beredar dan meningkatnya biaya hidup. Permasalahan jangka panjang yang dihadapi pemerintah ialah pertambahan jumlah penduduk dengan tingkat hidup yang rendah. Beban berat ini merupakan konsekuensi dari akreditasi kedaulatan. Berikut ini permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia pada masa tersebut.
  1. Setelah akreditasi kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan ibarat yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
  2. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
  3. Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila undangan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
  4. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.
  5. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
  6. Belum mempunyai pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum mempunyai tenaga jago dan dana yang diharapkan secara memadai.
  7. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di banyak sekali kawasan di wilayah Indonesia.
  8. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri menjadikan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
  9. Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak sanggup dilaksanakan, sementara aktivitas gres mulai dirancang.
  10. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.

Usaha-Usaha Pemerintah Indonesia
Kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk menanggulangi permasalahan tersebut diantaranya ialah melaksanakan industrialisasi, yang dikenal dengan Rencana Soemitro. Sasaran yang ditekankan dari aktivitas ini ialah pembangunan industri dasar, ibarat pendirian pabrik-pabrik semen, pemintalan, karung dan percetakan. Kebijakan ini diikuti dengan peningkatan produksi, pangan, perbaikan sarana dan prasarana, dan penanaman modal asing.

1. Persetujuan Finansial dan Ekonomi (Finek)
Pada masa pemerintahan Kabinet Burhanuddin Harahap, Indonesia mengirim delegasi ke Belanda dengan misi merundingkan problem Finansial Ekonomi (Finek). Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Perundingan ini dilakukan pada tangal 7 Januari 1956. Rancangan persetujuan Finek yang diajukan Indonesia terhadap pemerintah Belanda ialah sebagai berikut:
  1. Pembatalan Persetujuan Finek hasil KMB
  2. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral
  3. Hubungan finek didasarkan atas undang-undang Nasional, dilarang diikat oleh perjanjian lain.
 Pada masa pasca akreditasi kedaulatan Pemerintah Indonesia menanggung beban ekonomi dan ke Sistem Ekonomi Liberal di Indonesia
Namun usul Indonesia ini tidak diterima oleh Pemerintah Belanda, sehingga pemerintah Indonesia secara sepihak melaksanakan rancangan fineknya dengan membubarkan Uni Indonesia-Belanda pada tanggal 13 Febuari 1956 dengan tujuan melepaskan diri dari ikatan ekonomi dengan Belanda. Dampak kebijakan ini ialah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.

2. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Upaya yang dilakukan lainnya ialah upaya pembentukan Biro Perancang Negara pada masa Kabinet Ali II dengan kiprah merancang pembangunan jangka panjang. Biro ini dipimpin oleh Ir. Djuanda yang kemudian diangkat menjadi Menteri Perancang Nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui dewan perwakilan rakyat pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 target dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap).

Namun alasannya ialah banyak sekali faktor, baik faktor eksternal maupun internal, RPLT sangat berat untuk dijalankan. Beberapa penyebab kegagalan RPLT antara lain sebagai berikut.
  1. Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada selesai tahun 1957 dan awal tahun 1958 menjadikan ekspor dan pendapatan negara merosot.
  2. Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melaksanakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia mengakibatkan gejolak ekonomi.
  3. Adanya ketegangan antara sentra dan kawasan sehingga banyak kawasan yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.

Perekonomian Indonesia semakin terpuruk ketika ketegangan politik yang timbul tidak sanggup diselesaikan dengan diplomasi, hasilnya memunculkan pemberontakan yang dalam penumpasannya memerlukan biaya yang cukup tinggi. Kondisi ini mendorong meningkatnya prosentasi defisit anggaran pemerintah, dari angka 20% di tahun 1950 dan 100% di tahun 1960.

3. Musyawarah Nasional Pembangunan
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara sentra dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu sanggup teratasi dengan Muadminwaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap ialah untuk mengubah planning pembangunan semoga sanggup dihasilkan planning pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja planning pembangunan tersebut tidak sanggup dilaksanakan dengan baik alasannya ialah :
  1. Adanya kesulitan dalam memilih skala prioritas.
  2. Terjadi ketegangan politik yang tak sanggup diredakan.
  3. Timbul pemberontakan PRRI/Permesta yang membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
  4. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia-Belanda menyangkut problem Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.

Dalam bidang ekonomi pada masa demokrasi liberal kebijakan ekonomi yang diterapkan pada 1950-an umumnya merupakan upaya untuk menggantikan struktur perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional. Banyak sekali kendala yang harus dihadapi oleh bangsa ini baik kendala yang berasal dari dalam maupun dari luar Indonesia. Hambatan dari dalam ialah kondisi politik yang tidak menentu, sedangkan kendala dari luar ialah tekanan dari belanda dalam penyelesaian problem Irian barat.
Sistem Ekonomi Liberal Di Indonesia Sistem Ekonomi Liberal Di Indonesia Reviewed by dannz on 10:00 AM Rating: 5