Upacara sopan santun Rambu Solo' merupakan upacara sopan santun kematian dan tata cara penguburan masyarakat Tana Toraja (Sulawesi Selatan). Upacara tersebut tergolong unik dan menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi Provinsi Sulawesi Selatan. Upacara Rambu Solo' bertujuan untuk menghormati dan menghantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah daerah peristirahatan. Upacara ini sering diadakan dikala trend panen datang yaitu sekitar bulan Agustus - Nopember.
Upacara Rambu Solo' diadakan oleh masyarakat Tana Toraja alasannya ialah mereka meyakini bahwa seseorang dianggap benar-benar meninggal kalau penguburan telah dilaksanakan. Selama upacara tersebut belum diadakan, orang tersebut dianggap masih sakit dan ditempatkan di sebelah selatan Tongkonan (rumah sopan santun di Tana Toraja). Bahkan orang yang sudah meninggal tersebut masih mendapat sajian makanan, minuman, mengenakan pakaian, tetap dalam posisi bediri, dan tetap dikunjungi oleh anggota keluarganya.
Beberapa hari lalu mayit akan dililit dengan selendang panjang dan wajahnya akan dihadapkan ke arah barat.
Masyarakat Tana Toraja meyakini bahwa orang yang meninggal dunia akan memasuki Puya (alam kekal bagi arwah orang yang meninggal). Oleh alasannya ialah itu harus melewati tata cara yang diubahsuaikan dengan kedudukan orang tersebut selama hidup. Seperti halnya upacara sopan santun Ngaben di Pulau Bali, upacara sopan santun kematian di Tana Toraja juga memerlukan biaya yang cukup besar. Sehingga bagi keluarga yang akan menyelenggarakan upacara sopan santun tersebut harus menabung, bahkan sampai bertahun-tahun lamanya.
Pelaksanaan upacara penguburan di Tana Toraja ini dibagi menjadi beberapa potongan utama. Biasanya jarak antara kedua potongan tersebut berkisar sekitar satu minggu. Upacara tersebut dipimpin oleh orang yang paling paham mengenai sopan santun istiadat, khususnya tata cara penguburan yang disebut tomabalu. Jenazah dihadapkan ke arah utara dan sekarang ia dianggap benar-benar sudah meninggal. Upacara penguuran juga diikuti dengan pemotongan binatang kurban berupa kerbau dan babi. Jumlah kerbau dan babi yang akan dikurbankan tergantung pada tingkat kedudukan si mati dalam masyarakat. Keluarga si mati diharuskan berpuasa.
Upacara kedua disebut dengan mabolong. Ritual ini juga diadakan pemotongan hewa kurban. Pada tahap upacara ini, mayit dimasukan kedalam peti kayu bulat. Kayu yang dipakai ialah kayu cendana yang wangi. Bagian atas kayu bundar tersebut diletakkan atap kecil mirip bentuk rumah Tongkonan. Peti kayu tersebut diangkat bahu-membahu dan dibawa ke daerah pemakaman yang sesungguhnya. Keluarga si mati harus menyiapkan tau-tau (patung yang sengaja dibentuk ibarat orang yang mati tersebut) dan lakkian (menara persemayaman jenazah).
Upacara penguburan tersebut berlangsung dengan meriah, alasannya ialah diiringi dengan nyanyian dan tari-tarian khas Tana Toraja yang majemuk
ragamnya. Selain itu juga diadakan tabrak kerbau, kerbau-kerbau yang akan dikorbankan di tabrak terlebih dahulu sebelum dipotong, dan tabrak kaki. Acara ini sanggup berlangsung sehari penuh. Acara puncak ditandai dengan pemotongan binatang kurban berupa kerbau dan babi. Hewan-hewan tersebut harus mati dengan sekali babat memakai sebuah pedang pendek yang tajam. Oleh alasannya ialah itu orang yang melaksanakan harus mempunyai keahlian khusus.
Selanjutnya mayit diturunkan darim menara lakkian dan diangkat ke daerah penguburan. Tempat penguburan tersebut berupa lubang yang dipahatkan pada dinding watu di lereng yang terjal. Oleh alasannya ialah itu diharapkan keahlian dan tenaga yang besar dalam mengangkat dan memasukan mayit ke dalam daerah penguburan tersebut. Hanya dengan memakai tangga bambu yang sederhana mereka memasukkan mayit ke daerah penguburannya. Posisi mayit dikala diangkat harus tetap berdiri, sesudah itu mayit diletakan dalam posisi tetap bangun dengan wajah menatap pemandangan lembah yang indah. Setelah mayit berhasil dimasukkan, tau-tau diletakkan di atas tebing yang telah tersedia. Tempat tersebut mirip balkon.
Upacara Rambu Solo' diadakan oleh masyarakat Tana Toraja alasannya ialah mereka meyakini bahwa seseorang dianggap benar-benar meninggal kalau penguburan telah dilaksanakan. Selama upacara tersebut belum diadakan, orang tersebut dianggap masih sakit dan ditempatkan di sebelah selatan Tongkonan (rumah sopan santun di Tana Toraja). Bahkan orang yang sudah meninggal tersebut masih mendapat sajian makanan, minuman, mengenakan pakaian, tetap dalam posisi bediri, dan tetap dikunjungi oleh anggota keluarganya.
Beberapa hari lalu mayit akan dililit dengan selendang panjang dan wajahnya akan dihadapkan ke arah barat.
Masyarakat Tana Toraja meyakini bahwa orang yang meninggal dunia akan memasuki Puya (alam kekal bagi arwah orang yang meninggal). Oleh alasannya ialah itu harus melewati tata cara yang diubahsuaikan dengan kedudukan orang tersebut selama hidup. Seperti halnya upacara sopan santun Ngaben di Pulau Bali, upacara sopan santun kematian di Tana Toraja juga memerlukan biaya yang cukup besar. Sehingga bagi keluarga yang akan menyelenggarakan upacara sopan santun tersebut harus menabung, bahkan sampai bertahun-tahun lamanya.
Pelaksanaan upacara penguburan di Tana Toraja ini dibagi menjadi beberapa potongan utama. Biasanya jarak antara kedua potongan tersebut berkisar sekitar satu minggu. Upacara tersebut dipimpin oleh orang yang paling paham mengenai sopan santun istiadat, khususnya tata cara penguburan yang disebut tomabalu. Jenazah dihadapkan ke arah utara dan sekarang ia dianggap benar-benar sudah meninggal. Upacara penguuran juga diikuti dengan pemotongan binatang kurban berupa kerbau dan babi. Jumlah kerbau dan babi yang akan dikurbankan tergantung pada tingkat kedudukan si mati dalam masyarakat. Keluarga si mati diharuskan berpuasa.
Upacara kedua disebut dengan mabolong. Ritual ini juga diadakan pemotongan hewa kurban. Pada tahap upacara ini, mayit dimasukan kedalam peti kayu bulat. Kayu yang dipakai ialah kayu cendana yang wangi. Bagian atas kayu bundar tersebut diletakkan atap kecil mirip bentuk rumah Tongkonan. Peti kayu tersebut diangkat bahu-membahu dan dibawa ke daerah pemakaman yang sesungguhnya. Keluarga si mati harus menyiapkan tau-tau (patung yang sengaja dibentuk ibarat orang yang mati tersebut) dan lakkian (menara persemayaman jenazah).
Upacara penguburan tersebut berlangsung dengan meriah, alasannya ialah diiringi dengan nyanyian dan tari-tarian khas Tana Toraja yang majemuk
ragamnya. Selain itu juga diadakan tabrak kerbau, kerbau-kerbau yang akan dikorbankan di tabrak terlebih dahulu sebelum dipotong, dan tabrak kaki. Acara ini sanggup berlangsung sehari penuh. Acara puncak ditandai dengan pemotongan binatang kurban berupa kerbau dan babi. Hewan-hewan tersebut harus mati dengan sekali babat memakai sebuah pedang pendek yang tajam. Oleh alasannya ialah itu orang yang melaksanakan harus mempunyai keahlian khusus.
Selanjutnya mayit diturunkan darim menara lakkian dan diangkat ke daerah penguburan. Tempat penguburan tersebut berupa lubang yang dipahatkan pada dinding watu di lereng yang terjal. Oleh alasannya ialah itu diharapkan keahlian dan tenaga yang besar dalam mengangkat dan memasukan mayit ke dalam daerah penguburan tersebut. Hanya dengan memakai tangga bambu yang sederhana mereka memasukkan mayit ke daerah penguburannya. Posisi mayit dikala diangkat harus tetap berdiri, sesudah itu mayit diletakan dalam posisi tetap bangun dengan wajah menatap pemandangan lembah yang indah. Setelah mayit berhasil dimasukkan, tau-tau diletakkan di atas tebing yang telah tersedia. Tempat tersebut mirip balkon.
Upacara Sopan Santun Rambu Solo Sulawesi Selatan
Reviewed by dannz
on
12:07 AM
Rating: