Upacara Turun Tanah Dan Tradisi Ngayah

Bangsa kita mempunyai banyak susila dan kebudayaan yang tersebar di seantero nusantara, juga mempunyai bermacam-macam upacara tradisional yang menarik. Upacara susila yakni serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada hukum tertentu menurut susila istiadat, agama, dan kepercayaan. Hingga ketika ini, banyak dari upacara tradisional tersebut masih dilaksanakan di tempat asalnya masing-masing. Beberapa jenis upacara dalam kehidupan masyarakat, antara lain, upacara penguburan, upacara perkawinan, dan upacara ratifikasi kepala suku.

Upacara susila merupakan suatu upacara yang dilakukan secara bebuyutan yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap tempat mempunyai upacara susila sendiri-sendiri, menyerupai upacara perkawinan, upacara labuhan, upacara camas pusaka dan sebagainya. Upacara susila yang dilakukan di daerah, bergotong-royong juga tidak lepas dari unsur sejarah.

Upacara susila intinya merupakan bentuk sikap masyarakat yang menunjukkan kesadaran terhadap masa lalunya. Masyarakat menjelaskan perihal masa lalunya melalui upacara. Melalui upacara, kita sanggup melacak perihal asal permintaan baik itu tempat, tokoh, sesuatu benda, insiden alam, dan lain-lain.

1. Upacara Turun Tanah
Tedak siten merupakan budaya warisan leluhur masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tedak siten dikenal juga sebagai upacara turun tanah. ‘Tedak’ berarti turun dan ‘siten’ berasal dari kata ‘siti’ yang berarti tanah. Upacara tedak siten ini dilakukan sebagai rangkaian program yang bertujuan supaya bayi tumbuh menjadi anak yang mandiri.

Tradisi ini dijalankan ketika bayi berusia tujuh bulan dari hari kelahirannya dalam hitungan pasaran Jawa. Perlu diketahui juga bahwa hitungan satu bulan dalam pasaran Jawa berjumlah 36 hari. Kaprikornus bulan ketujuh kalender Jawa bagi kelahiran si bayi setara dengan 8 bulan kalender Masehi.

Adat budaya ini dilaksanakan sebagai penghormatan kepada bumi tempat si bayi mulai mencar ilmu menginjakkan kakinya ke tanah, dalam istilah Jawa disebut tedak siten. Selain itu juga diiringi oleh doa-doa dari orang renta dan sesepuh sebagai pengharapan supaya kelak si anak bisa sukses dalam menjalani kehidupannya.

Buatlah 10 kalimat yang menggambarkan isu dari tradisi turun tanah menurut teks tadi.
  1. Upacara tedhak siten atau turun tanah merupakan budaya warisan masyarakat Jawa.
  2. Upacara tedhak siten merupakan upacara untuk bayi yang berusia sekitar tujuh atau delapan bulan.
  3. Kata tedhak berarti turun siten/siti berarti tanah.
  4. Upacara tedhak siten sebagai rangkaian program yang bertujuan supaya bayi tumbuh menjadi anak yang mandiri.
  5. Tradisi tedhak siten dilaksankan ketika bayi berusia tujuh bulan (Jawa).
  6. Hitungan pasaran Jawa berjumlah 36 hari.
  7. Bulan ketujuh kalender Jawa setara dengan 8 bulan kalender Masehi.
  8. Upacara tedhak siten sebagai penghormatan kepada bumi sebagai tempat si bayi mulai mencar ilmu menginjakan kakinya.
  9. Upacara tedhak siten merupakan upacara dimana seorang anak untuk pertama kali kakinya menginjak tanah.
  10. Upacara tedhak siten juga merupakan doa orang renta supaya kelak si anak sukses dalam kehidupannya.

2. Adat Ngayah di Bali
Bali tidak hanya dikenal sebagai tempat dengan pesona alam yang luar biasa. Bali juga dikenal sebagai tempat dengan kekayaan seni, budaya, dan sistem kemasyarakatan yang tetap bertahan di masa modern ini. Salah satu kekayaan budaya bali yakni susila Ngayah.
Bangsa kita mempunyai banyak susila dan kebudayaan yang tersebar di seantero nusantara Upacara Turun Tanah dan Tradisi Ngayah
Dalam tradisi menyumbang, masyarakat Bali mempunyai metode menyumbang sangat khas. Menyumbang dalam masyarakat Bali tidak hanya sebagai bentuk perintah agama, tetapi juga bentuk sikap budaya mereka. Salah satu metode menyumbang paling dikenal ialah ngayah. Ngayah berarti pekerjaan sukarela untuk kebaikan bersama. Namun, ngayah tidak semata-mata bahu-membahu dan berbuat untuk kebaikan bersama, tetapi merupakan perintah agama, kerukunan sosial dan budaya dalam masyarakat Bali. Dalam praktiknya, ngayah ditujukan untuk berbagi, tolong-menolong, bersolidaritas, dan bersosialisasi antarmasyarakat.

Bagaimana tradisi ngayah mengajarkan korelasi dengan Tuhan?
Tradisi Ngayah mengajarkan korelasi dengan Tuhan sebab Ngayah merupakan perintah agama. Ngayah yakni sebuah kebiasaan yang menjadi tradisi bagi umat hindu, mengerjakan apa saja menurut kemampuan tanpa mengharapakan imbalan.
Bagaimana tradisi ngayah mengajarkan korelasi dengan budaya?
Tradisi Ngayah dalam masyarakat Bali merupakan bentuk sikap budaya mereka. Aktivitas ngayah yang masih  melekat dalam sikap bathin dan budaya insan Hindu pada hakekatnya berpegang pada suatu rumusan filosofis “kerja sebagai ibadah” dan “ibadah dalam kerja”. 
Bagaimana tradisi ngayah mengajarkan korelasi antarmanusia?
Tradisi Ngayah mengajarkan korelasi dengan insan sebab Ngayah merupakan kegiatan tolong menolong untuk kebaikan bersama. Tradisi Ngayah merupakan dewajiban berupa dedikasi, loyalitas berkaitan dengan raja-raja yang memerintah pada masa itu (pengayah puri). Karena sebagian tanah-tanah ayahan itu yakni proteksi dari raja yang diperoleh (sebagai rampasan perang) atas penaklukan kerajaan/ tempat lain.
Berikan tumpuan faktual dari bentuk korelasi antarmanusia, yang kalian temukan di kehidupan sehari-hari!
Manusia selain sebagai makhluk individu (perseorangan) mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri namun insan juga sebagai makhluk sosial. Terjadilah korelasi satu sama lain yang didasari adanya kepentingan, dimana kepentingan tersebut satu sama lain saling berhadapan atau berlawanan. Manusia saling tolong menolong antara satu dengan yang lainnya, dengan tolong menolong kita akan sanggup membina korelasi baik dengan sesama manusia.
Upacara Turun Tanah Dan Tradisi Ngayah Upacara Turun Tanah Dan Tradisi Ngayah Reviewed by dannz on 4:18 AM Rating: 5