Kerajaan Tulangbawang berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung sekarang. Musafir Tiongkok yang pernah mengunjungi Nusantara pada periode VII, yaitu I Tsing yang merupakan seorang peziarah Buddha, dalam catatannya menyatakan pernah singgah di To-Lang P'o-Hwang ("Tulangbawang"), suatu kerajaan di pedalaman Chrqse (Pulau Sumatera). Ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan sentra kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20 km dari sentra kota Menggala.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Sriwijaya, nama Kerajaan Tulang Bawang semakin memudar. Tulang Bawang menganut tabiat Pepadun, yang memungkinkan setiap khalayak untuk berkuasa dalam komunitas ini, maka Pemimpin Adat yang berkuasa selalu berganti ganti Trah. Status sosial dalam masyarakat Pepadun tidak semata-mata ditentukan oleh garis keturunan. Setiap orang mempunyai peluang untuk mempunyai status sosial tertentu, selama orang tersebut sanggup menyelenggarakan upacara tabiat Cakak Pepadun. Gelar atau status sosial yang sanggup diperoleh melalui Cakak Pepadun diantaranya gelar Suttan, Raja, Pangeran, dan Dalom. Hingga ketika ini belum diketemukan benda benda arkeologis yang mengisahkan ihwal alur dari kerajaan ini.
Dari sumber-sumber sejarah Cina, kerajaan awal yang terletak di kawasan Lampung ialah kerajaan yang disebut Bawang atau Tulang Bawang. Berita Cina tertua yang berkenaan dengan kawasan Lampung berasal dari periode ke-5, yaitu dari kitab Liu-sung-Shu, sebuah kitab sejarah dari masa pemerintahan Kaisar Liu Sung (420– 479). Kitab ini di antaranya mengemukakan bahwa pada tahun 499 M sebuah kerajaan yang terletak di wilayah Nusantara bab barat berjulukan P’u-huang atau P’o-huang mengirimkan utusan dan barang-barang upeti ke negeri Cina. Lebih lanjut kitab Liu-sung-Shu mengemukakan bahwa Kerajaan P’o-huang menghasilkan lebih dari 41 jenis barang yang diperdagangkan ke Cina. Hubungan diplomatik dan perdagangan antara P’o-huang dan Cina berlangsung terus semenjak pertengahan periode ke-5 hingga periode ke-6, ibarat halnya dua kerajaan lain di Nusantara yaitu Kerajaan Ho-lo-tan dan Kan-t’o-li.
Dalam sumber sejarah Cina yang lain, yaitu kitab T’ai-p’inghuang- yu-chi yang ditulis pada tahun 976–983 M, disebutkan sebuah kerajaan berjulukan T’o-lang-p’p-huang yang oleh G. Ferrand disarankan untuk diidentifikasikan dengan Tulang Bawang yang terletak di kawasan pantai tenggara Pulau Sumatera, di selatan sungai Palembang (Sungai Musi).
L.C. Damais menambahkan bahwa lokasi T’o-lang P’o-huang tersebut terletak di tepi pantai ibarat dikemukakan di dalam Wu-pei-chih, “Petunjuk Pelayaran”. Namun, di samping itu Damais kemudian menawarkan pula kemungkinan lain mengenai lokasi dan identifikasi P’o-huang atau “Bawang” itu dengan sebuah nama tempat berjulukan Bawang (Umbul Bawang) yang kini terletak di kawasan Kabupaten Lampung Barat, yaitu di kawasan Kecamatan Balik Bukit di sebelah utara Liwah. Tidak jauh dari desa Bawang ini, yaitu di desa Hanakau, semenjak tahun 1912 telah ditemukan sebuah inskripsi yang dipahatkan pada sebuah kerikil tegak, dan tidak jauh dari tempat tersebut dalam waktu beberapa tahun terakhir ini masih ditemukan pula tiga buah inskripsi kerikil yang lainnya.
L.C. Damais menambahkan bahwa lokasi T’o-lang P’o-huang tersebut terletak di tepi pantai ibarat dikemukakan di dalam Wu-pei-chih, “Petunjuk Pelayaran”. Namun, di samping itu Damais kemudian menawarkan pula kemungkinan lain mengenai lokasi dan identifikasi P’o-huang atau “Bawang” itu dengan sebuah nama tempat berjulukan Bawang (Umbul Bawang) yang kini terletak di kawasan Kabupaten Lampung Barat, yaitu di kawasan Kecamatan Balik Bukit di sebelah utara Liwah. Tidak jauh dari desa Bawang ini, yaitu di desa Hanakau, semenjak tahun 1912 telah ditemukan sebuah inskripsi yang dipahatkan pada sebuah kerikil tegak, dan tidak jauh dari tempat tersebut dalam waktu beberapa tahun terakhir ini masih ditemukan pula tiga buah inskripsi kerikil yang lainnya.
Kerajaan Kota Kapur
Penelitian arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur, Pulau Bangka, pada tahun 1994, diperoleh petunjuk ihwal adanya kekuasaan sebelum munculnya Kerajaan Sriwijaya. Temuan-temuan arkeologi berupa sisa-sisa sebuah bangunan candi Hindu (Waisnawa) bersama dengan arca-arca batu, di antaranya dua buah arca Wisnu dengan gaya ibarat arca-arca Wisnu yang ditemukan di Lembah Mekhing, Semenanjung Malaka, dan Cibuaya, Jawa Barat, yang berasal dari masa sekitar periode ke-5 dan ke-7 masehi.
Sebelumnya di situs Kota Kapur selain telah ditemukan sebuah inskripsi kerikil dari Kerajaan Sriwijaya yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), telah ditemukan pula peninggalan-peninggalan yang lain di antaranya sebuah arca Wisnu dan sebuah arca Durga Mahisasuramardhini. Dari peninggalan-peninggalan arkeologi tersebut nampaknya kekuasaan di Pulau Bangka pada waktu itu bercorak Hindu-Waisnawa.
Temuan lain yang penting dari situs Kota Kapur ialah benteng pertahanan yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari timbunan tanah, masing-masing panjangnya sekitar 350 meter dan 1200 meter dengan ketinggian sekitar 2–3 meter. Penanggalan dari tanggul benteng ini memperlihatkan masa antara tahun 530 M hingga 870 M.
Benteng pertahanan dibangun sekitar pertengahan periode ke-6 tersebut agaknya telah berperan pula dalam menghadapi perluasan Sriwijaya ke Pulau Bangka menjelang tamat periode ke- 7. Penguasaan Pulau Bangka oleh Sriwijaya ini ditandai dengan dipancangkannya inskripsi Sriwijaya di Kota Kapur yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), yang isinya mengidentifikasikan dikuasainya wilayah ini oleh Sriwijaya. Penguasaan Pulau Bangsa oleh Sriwijaya berkaitan dengan peranan Selat Bangsa sebagai pintu gerbang pelayaran niaga di Asia Tenggara pada waktu itu. Sejak dikuasainya Pulau Bangka oleh Sriwijaya pada tahun 686 maka berakhirlah kekuasaan awal yang ada di Pulau Bangka.
Sejarah Kerajaan Tulang Bawang Dan Kota Kapur
Reviewed by dannz
on
8:53 PM
Rating: