Ada tiga kategori utama teori belajar, yaitu behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme. Teori berguru behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui sikap untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme berguru sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide gres atau konsep. Teori berguru manapun pada prinsipnya, berguru mencakup segala perubahan baik berpikir, pengetahuan, informasi, kebiasaan, sikap apresiasi maupun pengertian. Kegiatan berguru ditunjukan oleh adanya perubahan tingkah laris sebagai hasil pengalaman. Perubahan jawaban proses berguru yaitu alasannya adanya perjuangan dari individu dan perubahan tersebut berlangsung lama. Belajar merupakan kegiatan yang aktif, alasannya kegiatan berguru dilakukan dengan sengaja, sadar dan bertujuan.
Teori behavioristik yaitu sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner wacana perubahan tingkah laris sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini kemudian bermetamorfosis aliran psikologi berguru yang kuat terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya sikap yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang berguru sebagai individu yang pasif. Respon atau sikap tertentu dengan memakai metode pembinaan atau pembiasaan semata. Munculnya sikap akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Beberapa okoh yang menganut teori Behaviorisme yaitu sebagai berikut :
1. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia. Ia mengemukakan bahwa dengan menerapkan seni administrasi ternyata individu sanggup dikendalikan melalui cara stimulus alami dengan stimulus yang sempurna untuk mendapat pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Pavlov mengadakan percobaan terhadap anak di sekolah. Situasi percobaan tersebut yaitu suara bel di kelas untuk penanda waktu tanpa disadari mengakibatkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari pola tersebut diterapkan seni administrasi Pavlo ternyata individu sanggup dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang sempurna untuk mendapat pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar berdasarkan teori ini yaitu suatu proses perubahan yang terjadi alasannya adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi. Yang terpenting dalam berguru berdasarkan teori ini yaitu adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini yaitu berguru hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
2. Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike berguru merupakan bencana terbentuknya asosiasi-asosiasi antara bencana yang disebut stimulus dan respon. Thorndike menggambarkan proses berguru sebagai proses pemecahan masalah. Dalam penyelidikannya wacana proses belajar, pelajar harus diberi persoalan, dalam hal ini Thorndike melaksanakan eksperimen dengan sebuah puzzlebox. Eksperimen yang dilakukan yaitu dengan kucing yang dimasukkan pada kandang tertutup yang apabila pintunya sanggup dibuka secara otomatis bila knop di dalam kandang disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri-ciri berguru dengan Trial dan Error Yaitu : adanya aktivitas, ada banyak sekali respon terhadap banyak sekali situasi, ada eliminasai terhadap banyak sekali respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
3. Skinner (1904-1990)
Skinner menganggap reward dan reinforcement merupakan faktor penting dalam belajar. Skinner beropini bahwa tujuan psikologi yaitu meramal, mengontrol tingkah laku. Pada teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. Operant conditioning yaitu suatu proses penguatan sikap operant yang sanggup mengakibatkan sikap tersebut sanggup diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.
Operant conditing menjamin respon terhadap stimuli. Bila tidak memperlihatkan stimuli maka guru tidak sanggup membimbing siswa untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru mempunyai tugas dalam mengontrol dan mengarahkan siswa dalam proses berguru sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.
B. Teori Belajar kognitivisme
Teori berguru kognitif mulai berkembang pada masa terakhir sebagai protes terhadap teori sikap yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini mempunyai perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang gres dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Teori berguru kognitif lebih menekankan pada berguru merupakan suatu proses yang terjadi dalam kecerdikan pikiran manusia. Pada dasarnya berguru yaitu suatu proses perjuangan yang melibatkan kegiatan mental yang terjadi dalam diri insan sebagai jawaban dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
1. Piaget (Teori Perkembangan Kognitif)
Menurut Piaget, bahwa berguru akan lebih berhasil apabila diadaptasi dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melaksanakan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memperlihatkan rangsangan kepada peserta didik biar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan banyak sekali hal dari lingkungan.
Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi denah yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat tahap utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia. Keempat tahap perkembangan itu digambarkan dalam teori Piaget sebagai
Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi denah yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat tahap utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia. Keempat tahap perkembangan itu digambarkan dalam teori Piaget sebagai
- Tahap sensorimotor: dari lahir sampai 2 tahun (anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek)
- Tahap pra-operasional: dari 2 sampai 7 tahun (mulai mempunyai kecakapan motorik)
- Tahap operasional konkret: dari 7 sampai 11 tahun (anak mulai berpikir secara logis wacana kejadian-kejadian konkret)
- Tahap operasional formal: sehabis usia 11 tahun (perkembangan daypikir abstrak).
2. Robert Gagne (Teori Pemrosesan Informasi)
Asumsi yang mendasari teori ini yaitu bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diharapkan untuk mencapai hasil berguru dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal yaitu rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran mencakup delapan fase yaitu: motivasi, pemahaman, pemerolehan, penyimpanan, ingatan kembali, generalisasi, perlakuan, dan umpan balik
3. Bruner
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif insan berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan. Proses berguru lebih ditentukan oleh alasannya cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur siswa. Proses berguru terjadi melalui tahap-tahap : enaktif (aktivitas), ikonik (visual verbal), dan simbolik Bruner membedakan dua proses yang berkaitan dengan kategori yaitu:
- Pembentukan konsep (mempelajari konsep yang berbeda)
- Konsep tingkat (mengenali sifat yang memilih kategori)
Bruner beropini bahawa pembentukan konsep merupakan proses yang terjadi pada anak umur 0-14 tahun, sementara konsep konsep tingkat terbentuk pada usia 15 tahun atau lebih. Konsep dibagi dalam tiga kategori yaitu:
- Konsep konjungtif: Konsep ini merujuk kepada konsep yang mempunyai beberapa belahan yang tergabung dan tidak terpisahkan ataupun terkurangkan. Apabila salah satu belahan ini diabaikan, maka, konsep tersebut menjadi kurang lengkap.
- Konsep disjungtif: Konsep ini merujuk pada bagian-bagian yang tergabung di dalam suatu konsep dan ini boleh digunakan dalam satu situasi ataupun situasi yang lain.
- Konsep hubungan: Konsep ini merujuk pada hubungan khas antara satu sama lain yang terwujud diantara bagian-bagian tersebut. Kebanyakkan hubungan ini terdiri dari bagian-bagian yang mengandungi masa dan ruang.
4. Ausubel (Teori Belajar Bermakna)
Ausubel beropini bahwa guru harus sanggup menyebarkan potensi kognitif siswa melalui proses berguru yang bermakna. Sama ibarat Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa kegiatan berguru siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar-akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan pribadi akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, berdasarkan Ausubel, lebih efektif kalau guru memakai penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Proses berguru terjadi jikalau siswa bisa mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru. Proses berguru terjadi melaui tahap-tahap:
- Memperhatikan stimulus yang diberikan
- Memahami makna stimulus menyimpan dan memakai informasi yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel siswa akan berguru dengan baik jikalau isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan sempurna kepada siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan berguru siswa. Advanced organizer yaitu konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memperlihatkan tiga manfaat yaitu : Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat membantu siswa untuk memahami materi berguru secara lebih mudah
5. Teori Gestalt
Gestalt yaitu sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang mempunyai hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil. Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh. Teori gestalt banyak digunakan dalam proses desain dan cabang seni rupa lainnya, alasannya banyak menjelaskan bagaimana persepsi visual bisa terbentuk. Persepsi jenis ini bisa terbentuk karena:
- Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
- Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang mempunyai kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
- Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
- Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
- Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Faktor inilah yang mengakibatkan kita sering bisa mencicipi keteraturan dari pola-pola yang bahwasanya acak. Misalnya ketika seseorang melihat awan, ia dengan gampang bisa menemukan bentuk muka seseorang. Hal ini disebut pragnan.
C. Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan sanggup diartikan Konstruktivisme yaitu suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh insan sedikit demi sedikit, yang risikonya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
1. Jean Piaget
Piaget yanng dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan bahwa pengutamaan teori konstruktivisme ada pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan (prakitek). Peran guru dalam pembelajaran yaitu sebagai fasilitator atau mediator.
Unsur - unsur teori konstruktivisme :
- Skemata yaitu struktur kognitif yang dengannya seseorang menyesuaikan diri dab terus mengalami perkembangan mental dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan berinteraksi dengan lingkungan.
- Asimilasi yaitu proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan presepsi atau pengalaman lamanya dengan pengetahuan atau pengalaman yang ia dapatkan sehingga membentuk pengetahuan yang baru.
- Akomodasi yaitu proses pembentukan denah dari pengetahuan yang ia gres dapatkan.
- Ekuilibrasi yaitu keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
- Diskuilibrasi yaitu ketidakseimbangan antara asimilasi dan akmodasi.
2. Vygotsky
Dalam teorinya vygotsky menyatakana bahwa siswa dalam mengkosnstruksi suatu konsep, perlu memperhatikan lingkungan sosial. Hakikat anak berdasarkan teori Konstruktivisme,Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan wacana keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
- Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang remaja atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
- Scaffolding merupakan pemberian sejumlah dukungan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi dukungan dan memperlihatkan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar sehabis ia sanggup melakukannya (Slavin, 1997).
Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial. Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat adikara dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh insan (Ernest, 1991). Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan konstruktivisme sosio (socio-constructivism), siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa menyebarkan strategi-strategi untuk merespon masalah yang diberikan. Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio ini sangat sesuai dengan karakteristik RME.
3. Von Glasersfeld (dalam Doolittle dan Camp, 1999: 5) mengemukakan tiga keyakinan (tenet) sebagai epistemologi konstruktivisme.
- Pengetahuan tidak dihimpun secara pasif, tetapi dihasilkan melalui kognisi aktif individu.
- Kognisi merupakan proses adaptif yang berfungsi menciptakan sikap individu lebih sesuai pada suatu lingkungan tententu yang diberikan.
- Mengorganisasi kognisi sanggup menciptakan pengertian dari pengalaman seseorang, dan bukan suatu proses untuk menghasilkan representasi akurat dari kenyataan.
Doolittle dan Camp (1999: 5) mengacu pada pendapat Dewey, Garisson, Larochelle, Bednarz dan Garisson, Gergen, dan Maturana dan Varella, menambah sebuah keyakinan (tenet) pada epistemologi konstruktivisme yang dikemukakan oleh von Glasersfeld sebagai berikut: Pengetahuan berakar dalam konstruksi biologis/neurologis dan dalam interaksi sosial, budaya, dan bahasa.
Sumber ;- Saekhan Muchith.2008.Pembelajaran Kontekstual.Semarang:Rasail
- Alex Sobur.2003.Psikologi Umum.Bandung:Pustaka Setia
Mengenal Banyak Sekali Teori Belajar
Reviewed by dannz
on
11:02 PM
Rating: