Teks “Anekdot Aturan Peradilan”

Peradilam merupakan suatu sistem atau proses penegakan aturan dan keadilan. Ini berarti bahwa peradilan merupakan suatu proses untuk menegakkan aturan dan memperlihatkan keadilan melalui pengadilan. Peradilan sangat penting sebab segala peraturan aturan yang diciptakan di dalam suatu negara, guna menjamin keselamatan masyarakat dan yang menuju kepada tercapainya kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu, maka adanya peradilan yang baik dan teratur serta mencukupi kebutuhan yakni suatu keharusan di dalam susunan negara hukum.

Setiap negara mempunyai sistem peradilannya sendiri, tidak terkecuali negar Indonesia. Secara historis, Negara Indonesia bekerjsama tidak mempunyai sistem peradilan sendiri dan sistem peradilan yang ada di Indonesia merupakan warisan dari pemerintah kolonial Belanda, kecuali mungkin sistem peradilan adat. Sistem peradilan Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan, terutama pasca kala reformasi dan sehabis Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen.

Layanan publik sering mendapat kritik atau menjadi materi dagelan yang menciptakan gelak tawa. Kritik atau dagelan itu sanggup disampaikan melalui anekdot. Pada pelajaran ini, kalian akan diajak untuk menyelami bahasa dalam anekdot yang dipakai untuk memberikan kritik atau dagelan di bidang layanan publik. Bidang yang tercakup dalam layanan publik amat luas, salah satu diantara nya yakni dalam bidang hukum. Seperti pada teks anekdot yang disesuaikan dari http://politik.kompasiana.com berikut ini

Anekdot Hukum Peradilan
  1. Pada zaman dahulu di suatu negara (yang niscaya bukan negara kita) ada seorang tukang pedati yang rajin dan tekun. Setiap pagi ia membawa barang dagangan ke pasar dengan pedatinya. Suatu pagi ia melewati jembatan yang gres dibangun. Namun adminng, ternyata kayu yang dibentuk untuk jembatan tersebut tidak kuat. Akhirnya, tukang pedati itu jatuh ke sungai. Kuda beserta dagangannya hanyut.
  2. Si Tukang Pedati dan keluarganya tidak terima sebab mendapat kerugian gara-gara  jembatan yang rapuh. Setelah itu, mereka melaporkan insiden itu kepada hakim untuk mengadukan si Pembuat Jembatan supaya dieksekusi dan memberi uang ganti rugi. Zaman dahulu orang sanggup melapor eksklusif ke hakim sebab belum ada polisi.
  3. Permohonan keluarga si Tukang Pedati dikabulkan. Hakim memanggil si Pembuat Jembatan untuk diadili. Namun, si Pembuat Jembatan tentu protes dan tidak terima. Ia menimpakan kesalahan kepada tukang kayu yang menyediakan kayu untuk materi jembatan itu. Setelah itu, hakim memanggil si Tukang Kayu.
  4. Sesampainya di hadapan hakim, si Tukang Kayu bertanya kepada hakim, “Yang Mulia Hakim, apa kesalahan hamba sehingga hamba dipanggil ke persidangan?” Yang Mulia Hakim menjawab, “Kesalahan anda sangat besar. Kayu yang anda bawa untuk menciptakan jembatan itu ternyata buruk dan ringkih sehingga menjadikan seseorang jatuh dan kehilangan pedati beserta kudanya. Oleh sebab itu, anda harus dieksekusi dan mengganti segala kerugian si Tukang Pedati.” Si Tukang Kayu membela diri, “Kalau itu permasalahannya, ya, jangan salahkan admin, salahkan saja si Penjual Kayu yang menjual kayu yang jelek.” Yang Mulia Hakim berpikir, “Benar juga apa yang dikatakan si Tukang Kayu ini. Si Penjual Kayu inilah yang menjadikan tukang kayu membawa kayu yang buruk untuk si Pembuat Jembatan.” Lalu, Hakim berkata kepada pengawalnya, “Hai pengawal, bawa si Penjual Kayu kemari untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya!” Pergilah si Pengawal menjemput si Penjual Kayu.
  5. Si Penjual Kayu dibawa oleh pengawal tersebut ke hadapan hakim. “Yang Mulia Hakim, apa kesalahan hamba sehingga dibawa ke sidang pengadilan ini?” kata si Penjual Kayu. Sang Hakim menjawab, “Kesalahanmu sangat besar sebab anda tidak menjual kayu yang manis kepada si Tukang Kayu sehingga jembatan yang dibuatnya tidak kukuh dan menjadikan seseorang kehilangan kuda dan barang dagangannya dalam pedati.” Si Penjual Kayu menjawab, “Kalau itu permasalahannya, jangan menyalahkan admin. Yang salah pembantu admin. Dialah yang menyediakan bermacam-macam jenis kayu untuk dijual. Dialah yang salah memberi kayu yang buruk kepada si Tukang Kayu itu.” Benar juga apa yang dikatakan si Penjual Kayu itu. “Hai pengawal bawa si Pembantu ke hadapanku!” Maka si Pengawal pun menjemput si Pembantu.
  6. Seperti halnya orang yang telah dipanggil terlebih dahulu oleh hakim, si Pembantu pun bertanya kepada hakim perihal kesalahannya. Sang Hakim memberi klarifikasi wacana kesalahan si Pembantu yang menjadikan tukang pedati kehilangan kuda dan dagangannya sepedati. Si Pembantu tidak secerdas tiga orang yang telah dipanggil terlebih dahulu sehingga ia tidak sanggup memberi alasan yang memuaskan sang Hakim. Akhirnya, sang Hakim memutuskan si Pembantu harus dieksekusi dan memberi ganti rugi. Berteriaklah sang Hakim kepada pengawal, “Hai, Pengawal, masukkan si Pembantu ini ke penjara dan sita semua uangnya kini juga!”
  7. Beberapa menit kemudian, sang Hakim bertanya kepada si Pengawal, ”Hai, Pengawal apakah sanksi sudah dilaksanakan?” Si Pengawal menjawab, ”Belum, Yang Mulia, sulit sekali untuk melaksanakannya.” Sang Hakim bertanya, “Mengapa sulit? Bukankah anda sudah biasa memenjarakan dan menyita uang orang?” Si Pengawal menjawab, “Sulit, Yang Mulia. Si Pembantu badannya terlalu tinggi dan gemuk. Penjara yang kita punya tidak muat sebab terlalu sempit dan si Pembantu itu tidak punya uang untuk disita.” Sang Hakim murka besar, “Kamu bego amat! Gunakan dong akalmu, cari pembantu si Penjual Kayu yang lebih pendek, kurus, dan punya uang!” Setelah itu, si Pengawal mencari pembantu si Penjual Kayu yang lain yang berbadan pendek, kurus, dan punya uang.
  8. Si Pembantu yang berbadan pendek, kurus, dan punya uang bertanya kepada hakim, “Wahai, Yang Mulia Hakim. Apa kesalahan hamba sehingga harus dipenjara?” Dengan entengnya sang Hakim menjawab, “Kesalahanmu yakni pendek, kurus, dan punya uaaaaang!!!!”
  9. Setelah si Pembantu yang berbadan pendek, kurus, dan punya uang itu dimasukkan ke penjara dan uangnya disita, sang Hakim bertanya kepada khalayak ramai yang menyaksikan pengadilan tersebut, ”Saudara-saudara semua, bagaimanakah berdasarkan pandangan kalian, peradilan ini sudah adil?” Masyarakat yang ada serempak menjawab, “Adiiill!!!”

1. Struktur Teks
Teks anekdot itu panjang, tetapi struktur teksnya sederhana yaitu abstraksi^orientasi^krisis^reaksi^ koda.
  1. Abstraksi yakni penggalan di awal paragraf yang berfungsi memberi citra wacana isi teks. Biasanya penggalan ini memperlihatkan hal unik yang akan ada di dalam teks.
  2. Orientasi yakni penggalan yang memperlihatkan awal insiden dongeng atau latar belakang bagaimana insiden terjadi. Biasanya penulis bercerita dengan detil di penggalan ini.
  3. Krisis yakni penggalan dimana terjadi hal atau duduk kasus yang unik atau tidak biasa yang terjadi pada si penulis atau orang yang diceritakan. 
  4. Reaksi yakni penggalan bagaimana cara penulis atau orang yang ditulis menuntaskan duduk kasus yang timbul di penggalan crisis tadi. 
  5. Koda merupakan penggalan simpulan dari dongeng unik tersebut. Bisa juga dengan memberi kesimpulan wacana insiden yang dialami penulis atau orang yang ditulis.
StrukturKalimat
AbstraksiPada zaman dahulu di suatu negara (yang niscaya bukan negara kita) ada seorang tukang pedati yang rajin dan tekun. Setiap pagi ia membawa barang dagangan ke pasar dengan pedatinya. (1)
OrientasiSuatu pagi dikala Tukang Pedati melewati jembatan, jembatan itu tidak kuat,sehingga dagangan, kuda dan Tukang Pedati itu jatuh ke sungai. Si tukang pedati dan keluarganya melaporkan si pembuat Jembatan ke hakim,karena merasa dirugikan.(1 dan 2) 
KrisisTidak ada yang mengaku bersalah, Si ukang Jembatan menyalahkan si Tukang kayu,si Tukang kayu menyalahkan Si Penjual Kayu,dan si Penjual kayu menyalahkan pembantunya.Meraka saling membela diri.(3, 4, 5 dan 6)
ReaksiPenjara tidak muat untuk si Pembantu yang gemuk, dan ia tidak punya uang untuk disita.Lalu Si Hakim menyuruh pengawalnya untuk mencari pembantu yang berbadan kurus, pendek dan punya uang dan memenjarakanya.(7)
KodaAkhirnya pembantu yang berbadan pendek, kurus,dan punya uang dimasukan penjara dan disita uangnya. Peradilan pun dianggap adil.(8)

Partisipan yang terlibat pada anekdot tersebut yakni partisipan manusia, menyerupai yang mulia hakim. Partisipan insan yang lain adalah:
  1. Si Tukang Pedati dan keluarganya.
  2. Si Pembuat Jembatan 
  3. Si Tukang Kayu.
  4. Si Penjual Kayu.
  5. Si Pengawal
  6. Si Pembantu berbadan tinggi dan gemuk.
  7. Si Pembantu berbadan pendek, kurus, dan punya uang.

Dalam teks anekdot itu tidak terdapat unsur lucu, tetapi menggambarkan kekonyolan bahwa orang yang tidak bersalah dieksekusi dan dimasukkan ke penjara. Karena penjara tidak muat untuk pembantu berbadan gemuk itu, dan ia juga tidak punya uang untuk disita. Maka pembantu yang berbadan pendek, kurus,dan punya uang dimasukan penjara dan disita uangnya. Peradilan pun dianggap adil.

Dalam teks anekdot itu terkandung sindiran, yaitu keputusan yang tidak adil dikatakan adil. Yang disindir yakni pelaku peradilan di Indonesia, khususnya Hakim.

Salah satu pengandaian yang ditemukan dalam teks anekdot di atas yakni bahwa peradilan itu dilaksanakan di suatu negara, bukan di negara kita. Pengandaian yang lain adalah:
  1. Seandainya si Tukang Pedati tidak melewati Jembatan maka ia mustahil jatuh
  2. Seandainya zaman dahulu ada Polisi, maka Masyarakat tidak sanggup melapor eksklusif kepada Hakim
  3. Seandainya kayu Jembatan itu kuat, maka si Tukang Pedati tidak akan jatuh
  4. Jika Penjara itu besar, dan Pembantu gemuk dan tinggi itu mempunyai uang, maka ia akan dimasukkan ke dalam Penjara.

Dua pola lawan kata yang dipakai pada anekdot tersebut yakni adil-tidak adil dan benar-salah. Maksudnya yakni bahwa sesuatu yang tidak adil dikatakan sebagai sesuatu yang adil dan sesuatu yang salah dikatakan sebagai sesuatu yang benar atau sebaliknya. Contoh lawan kata yang lain yakni sebagai berikut.
  1. Tinggi x Pendek
  2. Kurus x Gemuk
  3. Punya uang x Tidak punya uang
  4. Bodoh x Pintar
Dalam anekdot tersebut terkandung konjungsi kemudian untuk menyatakan urutan peristiwa. Konjungsi yang berfungsi sejenis dengan itu adalah a) kemudian (b) mula-mula (c) selanjutnya (d) Setelah itu.

Fungsi konjungsi yang sanggup digantikan oleh kata-kata. Sebagai contoh, konjungsi sehabis sanggup diungkapkan dengan sesampainya di hadapan hakim (paragraf 4). Kata-kata lain menyerupai itu pada teks anekdot itu adalah: (a) Namun adminng (b) Beberapa menit kemudian (c) Setelah (d) Oleh sebab itu.

Dari teks anekdot tersebut, dapatkah kalian menyimpulkan bahwa orang yang tidak sanggup berdebat di sidang pengadialan akan kalah? Tunjukkan buktinya pada teks anekdot tersebut.
Seperti halnya orang yang telah dipanggil terlebih dahulu oleh hakim, si Pembantu pun bertanya kepada hakim perihal kesalahannya. Sang Hakim memberi klarifikasi wacana kesalahan si Pembantu yang menjadikan tukang pedati kehilangan kuda dan dagangannya sepedati. Si Pembantu tidak secerdas tiga orang yang telah dipanggil terlebih dahulu sehingga ia tidak sanggup memberi alasan yang memuaskan sang Hakim.
Apakah keadaan itu menggambarkan bahwa layanan publik di bidang aturan belum bagus? Pelayanan publik di Negara ini terbukti belum bagus, sebab penegak aturan yang ada masih tergiur oleh godaan uang yang berjumlah sangat besar. Dan banyaknya para pelaksana aturan yang tidak adil.
Teks “Anekdot Aturan Peradilan” Teks “Anekdot Aturan Peradilan” Reviewed by dannz on 7:28 PM Rating: 5