Norma Dan Kebiasaan Antardaerah Di Indonesia

Tiap tempat mempunyai corak dan budaya masing-masing yang menjadi ciri khas masyarakat tersebut. Hal ini sanggup kita lihat dari banyak sekali bentuk kegiatan sehari-hari, contohnya upacara ritual, pakaian adat, bentuk rumah, kesenian, bahasa, dan tradisi lainnya. Kebudayaan tempat yakni kebudayaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat suatu daerah. Pada umumnya, kebudayaan tempat merupakan budaya orisinil dan telah usang ada serta diwariskan bebuyutan kepada generasi berikutnya. Kebudayaan kita kini ini bersama-sama merupakan hasil pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan masa lampau.

Berikut disajikan beberapa pola etika istiadat yang masih dilaksanakan dan dilestarikan di beberapa tempat di Indonesia.
  1. Suku Toraja. Tana Toraja mempunyai kekhasan dan keunikan dalam tradisi upacara pemakaman yang biasa disebut “Rambu Tuka”. Di Tana Toraja mayat tidak di kubur melainkan diletakan di “Tongkonan“ untuk beberapa waktu. Jangka waktu peletakan ini sanggup lebih dari 10 tahun hingga keluarganya mempunyai cukup uang untuk melaksanakan upacara yang pantas bagi si mayat. Setelah upacara, mayatnya dibawa ke peristirahatan terakhir di dalam Goa atau dinding gunung.
  2. Pembakaran Jenazah di Bali.  Ngaben yakni upacara pembakaran mayat, khususnya oleh mereka yang beragama Hindu. Agama Hindu merupakan agama dominan di Pulau Bali. Di dalam “Panca Yadnya”, upacara ini termasuk dalam “Pitra Yadnya”, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh lelulur.
  3. Sejak kala ke 17, Suku Dayak di Kalimantan mengenal tradisi penandaan badan melalui tindik di daun telinga. Tak sembarangan orang sanggup menindik diri hanya pemimpin suku atau panglima perang yang mengenakan tindik di kuping, sedangkan kaum perempuan Dayak memakai anting-anting pemberat untuk memperbesar kuping/daun telinga,
  4. Kampung Adat Naga. Masyarakat Kampung Naga mewujudkan nilai budaya melalui banyak sekali aspek kehidupan mirip dalam sistem religi, sistem pengetahuan, sistem ekonomi, sistem teknologi, dan sistem kemasyarakatan yang semuanya terangkum ke dalam sistem budaya masyarakat Kampung Naga.
  5. Suku Bugis. Suku Bugis atau to Ugi yakni salah satu suku di antara sekian banyak suku di Indonesia. Mereka bermukim di Pulau Sulawesi potongan selatan. Namun dalam perkembangannya, ketika ini komunitas Bugis telah menyebar luas ke seluruh Nusantara. Penyebaran Suku Bugis di seluruh Tanah Air disebabkan mata pencaharian orang– orang Bugis umumnya yakni nelayan dan pedagang.
Tiap tempat mempunyai corak dan budaya masing Norma dan Kebiasaan Antardaerah di Indonesia
Norma dalam Antardaerah di Indonesia
NoAspek InformasiUraian
1.Cara berbicara
  1. Suku sunda berbicara dengan bahasa sunda, biasanya orang sunda dalam melafalkan kata-kata dominan tidak sanggup membedakan pengucapan F dan V dan merubahnya dengan abjad P. 
  2. Suku jawa berbicara dengan bahasa jawa. Ketika berbicara mereka memakai bahasa Ngoko untuk orang yang umurnya sama atau dibawahnya, sedangkan bahasa Krama untuk orang yang lebih tua.
  3. Suku Madura berbicara dengan bahasa Madura dan biasanya mereka dikenal dengan gaya bicara yang blak-blakan.
  4. Suku batak berbicara dengan bahasa batak. Orang Batak pada umumnya (kebanyakan), kalau berbicara niscaya dengan volume bunyi yang keras, 
  5. Suku Sasak berbicara memakai bahasa Sasak. Kosa kata yang paling dihindari penggunaannya dalam percakapan dengan orang Sasak yakni kata anda “ ente” untuk pria dan “kemu” untuk wanita. Kata anda sebagai kata yang bernafsu dan digunakan untuk menyatakan kemarahan atau merendahkan lawan bicara. Untuk mengungkapkan kata anda kepada orang yang dihormati lantaran status sosialnya maupun lantaran usianya yang lebih tua, digunakan kata pelinggih atau pelungguh.
2.Cara bertamu
  1. Suku sasak ketika bertamu mengucapkan salam.dan gres mengetuk pintu. Perlu diperhatikan bahwa jikalau memasuki rumah untuk bertamu, secara umum berlaku tradisi melepas bantalan kaki, sepatu ataupun sandal. Kecuali jikalau tuan rumah terus menerus melarang melepas bantalan kaki, jikalau tamu mau, sanggup juga tidak melepasnya.
  2. Suku sunda mengikuti tata tertib suku sunda
  3. Suku batak mengucapkan ketika bertemu Horas. Bila seorang tamu tiba kerumah bertamu , merupakan kehormatan bagi orang tapanuli untuk menawarkan makan kepada tamunya. Apa yang ada di dapur si peserta tamu akan dikeluarkan semua sebagai cara menghormati tamu tersebut . 
  4. Suku jawa kalau bertemu mengetuk pintu serta mengucapkan kulanuwun. Saat bertamu dan diberi suguhan hidangan, karakter utama orang Jawa yakni menunggu untuk dipersilahan sebelum mencicipi.
  5. Adat bertamu suku bali kuta (penduduk orisinil yang tinggal di Bali, dulu dikenal sebagai Bali Aga) cenderung menyilahkaan tamunya untuk eksklusif berbicara pada pada dasarnya dan apabila sudah selesai kepentingannya, pertemuan selesai.  Adat bertamu suku bali majapahit, lantaran meeka ini sebenanrnya yakni para pendatang dari majapahit, pulau jawa, mereka memakai bahasa yang halus dan juga memakai suba sita sebagai sarana memperhalus suasana dalam bertamu atau bertemu degan orag baru.
3.Cara makan
  1. Suku sunda kebanyakan suku sunda makan dengan tangan dan membaur dengan alam.  Orang Sunda biasanya makan dengan tangan tanpa memakai sendok dan garpu. Makan Selalu ada lalapan (Daun-daun muda). Budaya ngaliwet, makan bersama di tas daun pisang
  2. Suku dayak makan dengan beralas daun pisang. Peralatan makan kuno orang dayak juga sangat sederhana sendok untuk mengambil makanan terbuat dari labu kecil atau senduk bangu (senduk yang terbuat dari tempurung kelapa). Sedangkan cara makan orang dayak dengan memakai tangan, untuk makan yang berkuah (juhu) sehabis nasi habis sisa kuah tersebut diseruput eksklusif dari piringnya.
  3. Makanan khas suku Papua yakni Papeda yang dimakan bersama kuah ikan kuning. Cara mengambil Papeda memakai sumpit yang dipegang oleh kedua tangan, diputar dengan cepat sehingga ibarat gulungan, terputus dari Papeda yang ada dimangkok, kemudian dituang dalam piring, serta diberi kuah ikan kuning. Bagi orang yang sudah terbiasa, cara memakannya sebagaimana orang memakan bubur ayam, sanggup eksklusif diseruput.
  4. Pada suku Bugis ketika makan orang yang lebih renta disajikan makanan dan minuman terlebih dahulu. Kalau orang yang lebih renta tiba-tiba menambahkan makanan pada piring orang yang lebih muda maka ini harus dihabiskan, tidak habis berarti kurang sopan.
4.Cara beribadah
  1. Penganut Agama Kaharingan sebagai agama leluhur Suku Dayak melaksanakan ibadah Basarah. Basarah yang diartikan “menyerahkan segala kepasrahan kita kepada Tuhan Ranying Hatalla”.  Mereka membaca Talatah Basarah (penuntun persembahyangan) yang terdiri atas Kandayu: nyanyian suci umat kaharingan yang dinyanyikan secara bersama dipimpin oleh seorang imam, Dolok yang bangun di altar yang berlanjut menawarkan siraman rohani. Persembahyangan ditutup dengan doa epilog Parawei Kahapus Basarah dengan menutup mata dan menyalipkan kedua tangan. 
  2. Mayoritas suku Bali menganut kepercayaan Hindu Siwa-Buddha, salah satu denominasi agama Hindu. Suku Bali Hindu percaya adanya satu Tuhan dengan konsep Trimurti yang terdiri atas tiga wujud, yaitu: Brahmana : menciptakan; Wisnu : yang memelihara, dan Siwa : yang merusak. Tempat ibadah agama Hindu disebut pura. Pura mempunyai sifat berbeda, sebagai berikut: Pura Besakih: sifatnya umum untuk semua golongan. Pura Desa (kayangan tiga): khusus untuk kelompok sosial setempat, dan Sanggah: khusus untuk leluhur.
  3. Suku Asmat meyakini bahwa di lingkungan tempat tinggal insan juga membisu banyak sekali macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan yaitu : Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya, Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis tertentu, dan Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol. Kehidupan orang Asmat banyak diisi oleh upacara-upacara. Upacara besar menyangkut seluruh komuniti desa yang selalu berkaitan dengan penghormatan roh nenek moyang mirip berikut ini : Mbismbu (pembuat tiang), Yentpokmbu (pembuatan dan legalisasi rumah yew), Tsyimbu (pembuatan dan legalisasi bahtera lesung), Yamasy pokumbu (upacara perisai), dan Mbipokumbu (Upacara Topeng).
  4. Suku Jawa dan Sunda sebagian besar beragama Islam sehingga cara ibadah mereka sama yaitu dengan melaksanakan Shallat lima waktu.
  5. Agama Malim pada hakikatnya merupakan agama orisinil Batak, namun terdapat imbas agama Kristen, Katolik, dan juga imbas agama Islam. Parmalim melaksanakan upacara (ritual) Patik Ni Ugamo Malim untuk mengetahui kesalahan dan dosa, serta memohon ampun dari Tuhan Yang Maha Esa yang diikuti dengan bergiat melaksanakan kebaikan dan penghayatan semua aturan Ugamo Malim.
5.Upacara adat
  1. Tana Toraja mempunyai kekhasan dan keunikan dalam tradisi upacara pemakaman yang biasa disebut “Rambu Tuka”. Di Tana Toraja mayat tidak di kubur melainkan diletakan di “Tongkonan“ untuk beberapa waktu.  Peti mati yang digunakan dalam pemakaman dipahat ibarat binatang (Erong). Adat masyarakat Toraja antara lain, menyimpan mayat pada tebing/liang gua, atau dibuatkan sebuah rumah (Pa’tane).
  2. Salah satu upacara etika suku Bali yakni Ngaben.  Makna upacara Ngaben pada pada dasarnya adalah, untuk mengembalikan roh leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat asalnya. Seorang Pedanda menyampaikan insan mempunyai Bayu, Sabda, dan Idep. Setelah meninggal Bayu, Sabda, dan Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, dan Siwa.
  3. Suku Dayak di Kalimantan mengenal tradisi penandaan badan melalui tindik di daun telinga. Tak sembarangan orang sanggup menindik diri hanya pemimpin suku atau panglima perang yang mengenakan tindik di kuping, sedangkan kaum perempuan Dayak memakai anting-anting pemberat untuk memperbesar kuping. Menurut mereka pelebaran lubang daun indera pendengaran semakin cantik, dan semakin tinggi status sosialnya di masyarakat.
  4. Suku Tengger mempunyai upacara etika Kasadha. Hari Raya Yadya Kasada yakni sebuah hari upacara sesembahan berupa persembahan sesajen kepada Sang Hyang Widhi. Sebagai pemeluk agama Hindu, Suku Tengger tidak mirip pemeluk agama Hindu pada umumnya, mempunyai candi-candi sebagai tempat peribadatan, namun bila melaksanakan peribadatan bertempat di punden, danyang dan poten.
  5. Suku Sunda mempunyai upacara etika Seren Taun. Seren Taun yakni upacara etika panen padi masyarakat Sunda yang dilakukan tiap tahun. Upacara ini berlangsung khidmat dan semarak di banyak sekali desa etika Sunda. Upacara etika sebagai syukuran masyarakat agraris ini diramaikan ribuan masyarakat sekitarnya, bahkan dari beberapa tempat di Jawa Barat dan mancanegara. Beberapa desa etika Sunda yang menggelar Seren Taun tiap tahunnya adalah: Desa Cigugur, Kabupaten Kuningan, Kasepuhan Banten Kidul, Desa Ciptagelar, Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Desa etika Sindang Barang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten, dan Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya

Kebiasaan Antardaerah di Indonesia
NoAspek InformasiUraian
1.Tata Cara Membagi
Waris
Kebiasaan pembagian harta warisan ini tergantung pada keadaan orang Jawa itu sendiri.. Berdasarkan aturan etika Jawa dikenal istilah sapikul sagèndhongan berarti satu pikul satu gendongan. Laki-laki menerima potongan warisan dua (sapikul) berbanding satu (sagèndhongan) dengan perempuan. Seperti halnya pria yang memikul, ia membawa dua keranjang dalam pikulannya, yakni satu keranjang di depan dan satu keranjang lagi di belakang. Sementara perempuan hanya membawa satu keranjang yang ia letakkan di punggungnya, atau yang biasa disebut digendong.
2.Hukum KeluargaMenurut aturan etika di Jawa yang bersifat parental, kewajiban untuk membiayai penghidupan dan pendidikan seorang anak yang belum dewasa, tidak semata-mata dibebankan kepada ayah anak tersebut, tetapi kewajiban itu juga ditugaskan kepada ibunya. Apabila salah seorang dari orang tuanya tidak menepati kewajibannya, hal itu sanggup dituntut mengenai biaya selama anak tersebut masih belum dewasa.
3.Upacara
Perkawinan
Dalam janji nikah etika Jawa dikenal juga sebuah upacara perkawinan yang sangat unik dan sakral. Banyak tahapan yang harus dilalui dalam upacara etika Jawa yang satu ini, mulai dari siraman, siraman, upacara ngerik,  midodareni, srah-srahan atau peningsetan, nyantri, upacara panggih atau  temu penganten, balangan suruh, ritual wiji dadi, ritual kacar kucur atau tampa kaya, ritual dhahar klimah atau  dhahar kembul, upacara sungkeman dan lain sebagainya.
4.Upacara KelahiranUpacara Tingkepan Upacara tingkepan (mitoni) yakni upacara etika Jawa yang dilakukan ketika seorang perempuan tengah hamil 7 bulan. Pada upacara ini, perempuan tersebut akan dimandikan air kembang setaman diiringi panjatan doa dari sesepuh, semoga kehamilannya selamat hingga proses persalinannya nanti.

Upacara tedak siten merupakan upacara etika Jawa yang digelar bagi bayi usia 8 bulan ketika mereka mulai mencar ilmu berjalan. Upacara ini dibeberapa wilayah lain juga dikenal dengan sebutan upacara turun tanah. Tujuan dari diselenggarakannya upacara ini tak lain yakni sebagai ungkapan rasa syukur orang tuanya atas kesehatan anaknya yang sudah mulai sanggup menapaki alam sekitarnya.
5.Upacara adatUpacara kenduren atau slametan dilakukan secara turun temurun sebagai peringatan doa bersama yang dipimpin tetua etika atau tokoh agama. Adanya akulturasi budaya Islam dan Jawa di kala ke 16 Masehi membuat upacara ini mengalami perubahan besar, selain doa hindu/budha yang awalnya digunakan diganti ke dalam doa Islam, sesaji dan persembahan juga menjadi tidak lagi dipergunakan dalam upacara ini.

Upacara ruwatan yakni upacara etika Jawa yang dilakukan dengan tujuan untuk meruwat atau menyucikan seseorang dari segala kesialan, nasib buruk, dan menawarkan keselamatan dalam menjalani hidup. Contoh upacara ruwatan contohnya yang dilakukan di dataran Tinggi Dieng. Anak-anak berambut gimbal yang dianggap sebagai keturunan buto atau raksasa harus sanggup segera diruwat semoga terbebas dari segala marabahaya.  
Norma Dan Kebiasaan Antardaerah Di Indonesia Norma Dan Kebiasaan Antardaerah Di Indonesia Reviewed by dannz on 4:07 PM Rating: 5