Perkembangan sanggup diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu semenjak lahir hingga final hayatnya atau sanggup diartikan pula sebagai perubahan-perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya. Aspek perkembangan pada anak terkait pada perkembangan fisik-motorik, kognitif, bahasa, nilai-nilai dan moral agama, seni dan sosial-emosional. Aspek-aspek perkembangan ini tidak berkembang sendiri-sendiri, tetapi terintegrasi menjadi satu kesatuan. Apabila satu aspek mengalami kendala maka akan mempengaruhi aspek perkembangan lainnya. Berikut ini akan kita bahas bersama aspek-aspek perkembangan anak tersebut satu persatu.
A. Perkembangan Fisik
Daur Pertumbuhan Fisik
Petumbuhan fisik tidak sanggup dikatakan mengikuti pola ketetapan yang tertentu. Pertumbuhan tersebut terjadi secara sedikit demi sedikit atau dengan kata lain ibarat naik turunnya gelombang adakalanya cepat adakalanya lambat.
Daur Pertumbuhan Utama
Studi wacana pertumbuhan fisik telah memperlihatkan bahwa pertumbuhan anak sanggup di bagi menjadi 4 periode utama, dua periode ditandai dengan pertumbuhan yang cepat dan dua periode lainnya dicirikan oleh pertumbuhan yang lambat. Selama periode pralahir dan 6 bulan sesudah lahir, pertumbuhan tubuhnya sangat cepat. Pada final tahun pertama kehidupan pascalahirnya, pertumbuhan memperlihatkan tempo yang sedikit lambat dan kemudian menjadi stabil hingga si anak memasuki tahap remaja, atau tahap kematangan kehidupa seksualnya.
Keanekaragaman Daur Pertumbuhan
Ukuran dan berdiri tubuh yang diwariskan secara genetik, juga mempengaruhi laju pertumbuhan tersebut. Anak-anak yang mempunyai berdiri tubuh kekar biasanya akan tumbuh dengan cepat dibandingkan dengan mereka yang berdiri tubuhnya kecil atau sedang. Anak-anak dengan berdiri tubuh besar ini, biasanya akan memasuki tahap remaja lebih cepat dari pada teman sebayanya yang mempunyai berdiri tubuh lebih kecil.
Besar Kecilnya Ukuran Tubuh
Besar kecilnya tubuh seseorang dipengaruhi oleh faktor keturunan dan juga faktor lingkungan. Faktor keturunan memilih cara kerja hormon yang mengatur pertumbuhan fisik yang dikeluarka oleh lobus anterior dari kelenjar pituitary, suatu kelenjar kecil yang terletak di dasar sebelah bawah otak.
Tinggi Tubuh
Anak-anak dengan usia sebaya sanggup memparlihatkan tinggi tubuh yang sangat berbeda, tetapi pola pertumbuhan tinggi tubuh mereka tetap mengikuti aturan yang sama. Bila dihitung secara rata-rata, pola ini sanggup menggambarkan pertumbuhan anak pada usia tertentu. hal ini dipenganruhi oleh faktor dari dalam (gen) dan faktor dari luar ibarat asupan gizi yang memadai untuk pertumbuhan tinggi badan
Berat Tubuh
Rata-rata berat bayi ketika dilahirkan yaitu 3 hingga 4 kg, tetapi ada juga beberapa bayi yang beratnya 1½ hingga 2 kg.Pada waktu berusia 2 dan 3 tahun berat tubuh anak akan bertambah 1½ hingga 2 ½ kg setiap tahunnya. Setelah anak berusia 3 tahun, nampak berat tubuh tidak lagi bertambah dengan cepat, bahkan cenderung perlahan hingga saatnya nanti ia memasuki usia remaja. Pada usia 5 tahun, seorang anak yang normal akan mempunyai berat tubuh yang berkisar antara 40 dan 45 kg.
Proporsi Tubuh
Proporsi tubuh atau perbandingan besar kecilnya anggota tubuh secara keseluruhan pada bayi terperinci berbeda dari proporsi orang dewasa. Pertumbuhan tinggi dan berat tubuh memperlihatkan bahwa pertumbuhan tinggi tubuh anak lebih cepat dari pada pertumbuhan berat badannya. Kecuali pada tahun pertama kehidupan sewaktu ia tumbuh dengan cepat.
Tulang
Perkembangan tulang yang terjadi pada setiap insan biasanya meliputi pertumbuhan tulang, perubahan jumlah tulang, dan perubahan komposisi tulang. Perkembangan tulang ini sejalan dengan kecenderungan pertumbuhan umumnya yaitu pada tahun pertama pertumbuhan cepat sekali, kemudian lambat dan pada dikala remaja menjadi cepat kembali.
Pertumbuhan tulang terjadi lantaran memang ada pemanjangan pada ujung tulang. Epiphisis, juga disebut tulang rawan memisahkan tulang atau yang disebut diaphsis dari tulang lainya.
B. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa di tingkat pemula ( bayi) sanggup dianggap semacam persiapan berbicara.
Pada bulan-bulan pertama, bayi hanya cendekia menangis. Dalam hal ini tangisan bayi dianggap sebagai pernyataan rasa tidak senang.
Kemudian ia menangis dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan maksud yang hendak dinyatakannya.
Selanjutnya ia mengeluarkan bunyi ( suara-suara ) yang banyak ragamnya tetapi bunyi-bunyi itu belum mempunyai arti , hanya untuk melatih pernapasan saja.
Menjelang usia pertengahan di tahun pertama, ia menjiplak suara-suara yang didengarkannya, kemudian mengulangi bunyi tersebut, tetapi bukan lantaran beliau sudah mengerti apa yang dikatakan kepadanya
Ada dua alasan mengapa bayi belum cendekia berbicara:
Pertama, alat-alat bicaranya belum sempurna., dan Kedua, untuk sanggup berbicara, ia memerlukan kemampuan berpikir yang belum dimiliki oleh anak bayi. Kemampuan berbicara sanggup dikembangkan melalui berguru dan berkomunikasi dengan orang lain secara timbal balik.
Ditingkat pemula ( bayi ) tidak ada perbedaan perkembangan bahasa antara anak yang tuli dengan anak yang biasa. Anak tuli juga menyatakan perasaan tak senang dengan cara menangis sedangkan rasa senangnya dinyatakan dengan banyak sekali macam bunyi raban, tetapi tingkat perkembangan bahasa yang selanjutnya tidak dialami olehnya. Ia tidak bisa mengulangi suara-suara rabannya dan bunyi orang lain. Jika ia nanti sudah besar, ia akan menjadi bisu.
Pada mulanya motif anak mempelajari bahasa yaitu biar sanggup memenuhi: keinginan untuk memperoleh informasi wacana lingkungannya, diri sendiri, dan kawan-kawannya ini terlihat pada anak usia 2 setengah – 3 tahun.
Memberi perintah dan menyatakan kemauannya.
Pergaulan sosial dengan orang lain.
Menyatakan pendapat dan ide-idenya.
Perkembangan bahasa seorang anak berdasarkan Clara dan William Stern
C. Perkembangan Moral
Perilaku moral berarti sikap yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. “Moral”berasal dari kata latin yang berarti tatacara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep-konsep moral- peraturan sikap yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan yang memilih pola sikap yang dibutuhkan dari seluruh anggota kelompok.
Perilaku tak bermoral berarti sikap yang tidak sesuai dengan keinginan sosial. sikap demikian tidak disebabkan oleh ketidakacuhan akan keinginan sosial, melainkan ketidaksetujuan dengan standar sosial atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri.
Perilaku amoral berarti sikap yang lebih disebabkan ketidakacuhan terhadap keinginan kelompok sosial dari pada pelanggaran sengaja terhadap standar kelompok. Beberapa diantara sikap anak kecil lebih bersifat amoral daripada tak bermoral.
Pada dikala lahir, tidak ada anak yang mempunyai hati nurani atau skala nilai. Akibatnya, tiap bayi yang gres lahir sanggup dianggap amoral. Tidak seorang anakpun sanggup dibutuhkan menyebarkan kode moral sendiri. Maka, tiap anak harus diajarkan standar kelompok wacana yang benar dan yang salah.
Dalam mempelajari sikap moral, terdapat empat pokok utama:
Pola Perkembangan Moral
Menurut Piaget, perkembangan moral terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama disebut tahap realisme moral ( moralitas oleh pembatasan”. Tahap kedua disebut moralitas otonomi ( moralitas oleh kolaborasi atau relasi timbal balik)
Dalam tahap yang pertama ini seorang anak menilai tindakan sebagai benar atau salah atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi dibelakangnya. Moral anak otomatis mengikuti peraturan tanpa berfikir atau menilai, dan cenderung menganggap orang sampaumur yang berkuasa sebagai maha kuasa. Yang paling penting berdasarkan Piaget bahwa anak menilai suatu perbuatan benar atau salah berdasarkan eksekusi bukan pada nilai moralnya.
Di tahap kedua perkembangan kognitif anak telah terbentuk sehingga beliau sanggup mempertimbangkan semua cara yang mungkin untuk memecahkan dilema tertentu. Anak mulai sanggup melihat dilema dari banyak sekali sudut pandang dan sanggup mempertimbangkan banyak sekali faktor untuk memecahkan masalah.
D. Perkembangan Agama
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak sanggup dibagi menjadi tiga bagian:
The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengenai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih memakai konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng- dongeng yang kurang masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan ibarat yang ada dalam dongeng- dongeng.
Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama dari pada isi ajarannya dan dongeng akan lebih menarik jikalau bekerjasama dengan masa belum dewasa lantaran sesuai dengan jiwa kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan teologisnya, pernyataan dan ungkapannya wacana Tuhan lebih bernada individual, emosional dan impulsif tapi penuh arti teologis.
The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
Pada tingkat ini pemikiran anak wacana Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada relasi dengan memakai pikiran atau logika.
Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melaksanakan shalat pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya.
The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah mempunyai kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistik ini terbagi menjadi tiga golongan:
Fase dalam kandungan
Untuk memahami perkembangan agama pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang bekerjasama dengan psikis ruhani. Meski demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama bermula semenjak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian insan atas tuhannya
Fase bayi
Pada fase kedua ini juga belum banyak diketahui perkembangan agama pada seorang anak. Namun isyarat pengenalan pedoman agama banyak ditemukan dalam hadis, ibarat memperdengarkan adzan dan iqamah dikala kelahiran anak.
Sifat keagamaan pada anak sanggup dibagi menjadi enam bagian:
a. Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik)
Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis gres muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.
b. Egosentris
Sifat egosentris ini berdasarkan hasil ppenelitian Piaget wacana bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi belum dewasa tidak mempunyai arti ibarat orang dewasa.
Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat positif dan pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun pandangan gres wacana doa sebagai komunikasi antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan egosentris menuju dilema yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis.
c. Anthromorphis
Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia bekerjasama dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan perjuangan mereka untuk menghubungkan klarifikasi religius yang abnormal dengan dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret.
d. Verbalis dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari alasannya ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka berdasarkan tuntunan yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa yang menarik bagi mereka yaitu yang mengandung gerak dan biasa dilakukan (tidak aneh baginya).
e. Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak intinya diperoleh dengan meniru. Dalam hal ini orang bau tanah memegang peranan penting.
Pendidikan sikap religius anak intinya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan
f. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja. Untuk itu perlu diberi pengertian dan klarifikasi pada mereka sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya. Dalam hal ini orang bau tanah dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting.
E. Perkembangan Sosial
Menurut keyakinan tradisional sebagian insan dilahirkan dengan sifat sosial dan sebagian tidak. Orang yang lebih banyak merenungi diri sendiri daripada bahu-membahu dengan orang lain, atau mereka yang bersifat sosial pikirannya lebih banyak tertuju pada hal-hal diluar dirinya, secara ‘alamiah’ memang sudah bersifat demikian, atau lantaran faktor keturunan. Juga orang yang menentang masyarakat yaitu orang yang anti social.
F. Perkembangan Emosi
Pola Perkembangan Emosi
Kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi yang gres lahir. Gejala pertama sikap emosional yaitu keterangsangan umum terhadap stimulasi yang kuat. Keterangsangan yang berlebih-lebihan ini tercermin dalam kegiatan yang banyak pada bayi yang gres lahir. Meskipun demikian, pada dikala bayi lahir, bayi tidak memperlihatkan reaksi yang secara terperinci sanggup dinyatakan sebagai keadaan emosional yang spesifik.
Seringkali sebelum lewatnya periode neonate, keterangsangan umum pada bayi yang gres lahir sanggup dibedakan menjadi reaksi yang sederhana yang mengesankan wacana kesenangan dan ketidaksenangan. Reaksi yang tidak menyenangkan sanggup diperoleh dengan cara mengubah posisi secara tiba-tiba, sekonyong-konyong menciptakan bunyi keras, merintangi gerakan bayi, membiarkan bayi mengenakan popok yang basah, dan menempelkan sesuatu yang hambar pada kulitnya.
Rangsangan semacam itu menyebabkan timbulnya tangisan dan kegiatan besar. Sebaliknya, reaksi yang menyenangkan tampak terperinci tatkala bayi menetek. Reaksi semacam itu juga sanggup diperoleh dengan cara mengayun-ayunkannya, menepuk-nepuknya, memperlihatkan kehangatan, dan membopongnya dengan mesra. Rasa senang pada bayi sanggup terlihat dari relaksasi yang menyeluruh pada tubuhnya, dan dari bunyi yang menyenangkan berupa mendekut dan mendeguk.
Bahkan sebelum bayi berusia satu tahun, ekspresi emosional diketahui serupa dengan ekspresi pada orang dewasa. Lebih jauh lagi, bayi memperlihatkan banyak sekali macam reaksi emosional yang semakin banyak, antara lain kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kebahagiaan. Reaksi ini sanggup ditimbulkan dengan cara memperlihatkan banyak sekali macam rangsangan yang meliputi insan serta objek dan situasi yang tidak efektif bagi bayi ynag lebih muda.
Bukan hanya pola emosi umum yang mengikuti alur yang sanggup diramalkan, tetapi pola dari banyak sekali macam emosi juga sanggup diramalkan. Sebagai contoh, reaksi ledakan murka (temper tantrums) mencapai puncaknya pada usia antara dua dan empat tahun, dan kemudian diganti dengan pola ekspresi yang lebih matang, ibarat cemberut dan sikap Bengal.
G. Perkembangan Kognitif
Perbedaan-perbedaan individual dalam perkembangan kognitif bayi telah dipelajari melalui penggunaan skala perkembangan atau tes intelegensi bayi. Adalah penting untuk mengetahui apakah seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, normal, atau cepat. Kalau seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, beberapa bentuk pengayaan cukup penting. Akan tetapi bila seorang bayi berkembang pada suatu tahapan yang lebih maju, orang bau tanah sanggup dinasehati untuk memberi mainan yang lebih “sulit” guna merangsang pertumbuhan kognitif mereka.
A. Perkembangan Fisik
Daur Pertumbuhan Fisik
Petumbuhan fisik tidak sanggup dikatakan mengikuti pola ketetapan yang tertentu. Pertumbuhan tersebut terjadi secara sedikit demi sedikit atau dengan kata lain ibarat naik turunnya gelombang adakalanya cepat adakalanya lambat.
Daur Pertumbuhan Utama
Studi wacana pertumbuhan fisik telah memperlihatkan bahwa pertumbuhan anak sanggup di bagi menjadi 4 periode utama, dua periode ditandai dengan pertumbuhan yang cepat dan dua periode lainnya dicirikan oleh pertumbuhan yang lambat. Selama periode pralahir dan 6 bulan sesudah lahir, pertumbuhan tubuhnya sangat cepat. Pada final tahun pertama kehidupan pascalahirnya, pertumbuhan memperlihatkan tempo yang sedikit lambat dan kemudian menjadi stabil hingga si anak memasuki tahap remaja, atau tahap kematangan kehidupa seksualnya.
Keanekaragaman Daur Pertumbuhan
Ukuran dan berdiri tubuh yang diwariskan secara genetik, juga mempengaruhi laju pertumbuhan tersebut. Anak-anak yang mempunyai berdiri tubuh kekar biasanya akan tumbuh dengan cepat dibandingkan dengan mereka yang berdiri tubuhnya kecil atau sedang. Anak-anak dengan berdiri tubuh besar ini, biasanya akan memasuki tahap remaja lebih cepat dari pada teman sebayanya yang mempunyai berdiri tubuh lebih kecil.
Besar Kecilnya Ukuran Tubuh
Besar kecilnya tubuh seseorang dipengaruhi oleh faktor keturunan dan juga faktor lingkungan. Faktor keturunan memilih cara kerja hormon yang mengatur pertumbuhan fisik yang dikeluarka oleh lobus anterior dari kelenjar pituitary, suatu kelenjar kecil yang terletak di dasar sebelah bawah otak.
Tinggi Tubuh
Anak-anak dengan usia sebaya sanggup memparlihatkan tinggi tubuh yang sangat berbeda, tetapi pola pertumbuhan tinggi tubuh mereka tetap mengikuti aturan yang sama. Bila dihitung secara rata-rata, pola ini sanggup menggambarkan pertumbuhan anak pada usia tertentu. hal ini dipenganruhi oleh faktor dari dalam (gen) dan faktor dari luar ibarat asupan gizi yang memadai untuk pertumbuhan tinggi badan
Berat Tubuh
Rata-rata berat bayi ketika dilahirkan yaitu 3 hingga 4 kg, tetapi ada juga beberapa bayi yang beratnya 1½ hingga 2 kg.Pada waktu berusia 2 dan 3 tahun berat tubuh anak akan bertambah 1½ hingga 2 ½ kg setiap tahunnya. Setelah anak berusia 3 tahun, nampak berat tubuh tidak lagi bertambah dengan cepat, bahkan cenderung perlahan hingga saatnya nanti ia memasuki usia remaja. Pada usia 5 tahun, seorang anak yang normal akan mempunyai berat tubuh yang berkisar antara 40 dan 45 kg.
Proporsi Tubuh
Proporsi tubuh atau perbandingan besar kecilnya anggota tubuh secara keseluruhan pada bayi terperinci berbeda dari proporsi orang dewasa. Pertumbuhan tinggi dan berat tubuh memperlihatkan bahwa pertumbuhan tinggi tubuh anak lebih cepat dari pada pertumbuhan berat badannya. Kecuali pada tahun pertama kehidupan sewaktu ia tumbuh dengan cepat.
Tulang
Perkembangan tulang yang terjadi pada setiap insan biasanya meliputi pertumbuhan tulang, perubahan jumlah tulang, dan perubahan komposisi tulang. Perkembangan tulang ini sejalan dengan kecenderungan pertumbuhan umumnya yaitu pada tahun pertama pertumbuhan cepat sekali, kemudian lambat dan pada dikala remaja menjadi cepat kembali.
Pertumbuhan tulang terjadi lantaran memang ada pemanjangan pada ujung tulang. Epiphisis, juga disebut tulang rawan memisahkan tulang atau yang disebut diaphsis dari tulang lainya.
B. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa di tingkat pemula ( bayi) sanggup dianggap semacam persiapan berbicara.
Pada bulan-bulan pertama, bayi hanya cendekia menangis. Dalam hal ini tangisan bayi dianggap sebagai pernyataan rasa tidak senang.
Kemudian ia menangis dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan maksud yang hendak dinyatakannya.
Selanjutnya ia mengeluarkan bunyi ( suara-suara ) yang banyak ragamnya tetapi bunyi-bunyi itu belum mempunyai arti , hanya untuk melatih pernapasan saja.
Menjelang usia pertengahan di tahun pertama, ia menjiplak suara-suara yang didengarkannya, kemudian mengulangi bunyi tersebut, tetapi bukan lantaran beliau sudah mengerti apa yang dikatakan kepadanya
Ada dua alasan mengapa bayi belum cendekia berbicara:
Pertama, alat-alat bicaranya belum sempurna., dan Kedua, untuk sanggup berbicara, ia memerlukan kemampuan berpikir yang belum dimiliki oleh anak bayi. Kemampuan berbicara sanggup dikembangkan melalui berguru dan berkomunikasi dengan orang lain secara timbal balik.
Ditingkat pemula ( bayi ) tidak ada perbedaan perkembangan bahasa antara anak yang tuli dengan anak yang biasa. Anak tuli juga menyatakan perasaan tak senang dengan cara menangis sedangkan rasa senangnya dinyatakan dengan banyak sekali macam bunyi raban, tetapi tingkat perkembangan bahasa yang selanjutnya tidak dialami olehnya. Ia tidak bisa mengulangi suara-suara rabannya dan bunyi orang lain. Jika ia nanti sudah besar, ia akan menjadi bisu.
Pada mulanya motif anak mempelajari bahasa yaitu biar sanggup memenuhi: keinginan untuk memperoleh informasi wacana lingkungannya, diri sendiri, dan kawan-kawannya ini terlihat pada anak usia 2 setengah – 3 tahun.
Memberi perintah dan menyatakan kemauannya.
Pergaulan sosial dengan orang lain.
Menyatakan pendapat dan ide-idenya.
Perkembangan bahasa seorang anak berdasarkan Clara dan William Stern
- Kalimat satu kata: satu tahun s.d satu tahun enam bulan. Dalam masa pertama ini seorang anak mulai mengeluarkan suara-suara raban yakni permainan dengan tenggorokan, lisan dan bibir supaya selaput bunyi menjadi lebih lembut. Selain itu di masa ini seorang anak sudah sanggup menirukan suara-suara walaupun tidak begitu sama persis dengan bunyi aslinya. Di masa ini juga mulai terbentuknya satu kata. Anak sudah mulai bisa mengucapkan kata ibarat “ibu” dan lainnya.
- Masa memberi satu nama: satu setengah tahun s.d dua tahun. Dalam masa kedua ini terjadi masa apa itu, masa dimana mulai timbul suatu dorongan dalam diri seorang anak untuk mengetahui banyak hal. Inilah yang menyebabkan anak akan sering bertanya apa ini? apa itu? siapa ini? dan lainnya. Dan di masa ini kemampuan anak merangkai kata mulai meningkat. Dulu yang hanya bisa satu kata, bertambah menjadi dua kata, tiga kata hingga lebih sempurna.
- Masa kalimat tunggal: dua tahun s.d setengah tahun.. Dalam masa ketiga ini terdapat perjuangan anak untuk sanggup berbahasa dengan lebih baik dan sempurna. Anak mulai bisa memakai kalimat tunggal serta memakai awalan dan akhiran pada kata. Namun tak jarang anak menciptakan kata-kata gres yang lucu didengar dengan memakai caranya sendiri.
- Masa kalimat beragam : dua tahun enam bulan dan seterusnya.. Di tahap ini seorang anak sudah sanggup mengucapkan kalimat yang lebih panjang dan sempurna,baik berupa kalimat beragam dan berupa pertanyaan, sehingga susunan bahasanya terdengar lebih sempurna.
C. Perkembangan Moral
Perilaku moral berarti sikap yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. “Moral”berasal dari kata latin yang berarti tatacara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep-konsep moral- peraturan sikap yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan yang memilih pola sikap yang dibutuhkan dari seluruh anggota kelompok.
Perilaku tak bermoral berarti sikap yang tidak sesuai dengan keinginan sosial. sikap demikian tidak disebabkan oleh ketidakacuhan akan keinginan sosial, melainkan ketidaksetujuan dengan standar sosial atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri.
Perilaku amoral berarti sikap yang lebih disebabkan ketidakacuhan terhadap keinginan kelompok sosial dari pada pelanggaran sengaja terhadap standar kelompok. Beberapa diantara sikap anak kecil lebih bersifat amoral daripada tak bermoral.
Pada dikala lahir, tidak ada anak yang mempunyai hati nurani atau skala nilai. Akibatnya, tiap bayi yang gres lahir sanggup dianggap amoral. Tidak seorang anakpun sanggup dibutuhkan menyebarkan kode moral sendiri. Maka, tiap anak harus diajarkan standar kelompok wacana yang benar dan yang salah.
Dalam mempelajari sikap moral, terdapat empat pokok utama:
- Mempelajari apa yang dibutuhkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum, kebiasaan, dan peraturan.
- Mengembangkan hati nurani.
- Belajar mengalami perasaan bersalah dan rasa aib bila sikap individu tidak sesuai dengan keinginan kelompok.
- Mempunyai kesempatan untuk interaksi sosial untuk berguru apa saja yang dibutuhkan anggota kelompok.
Pola Perkembangan Moral
Menurut Piaget, perkembangan moral terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama disebut tahap realisme moral ( moralitas oleh pembatasan”. Tahap kedua disebut moralitas otonomi ( moralitas oleh kolaborasi atau relasi timbal balik)
Dalam tahap yang pertama ini seorang anak menilai tindakan sebagai benar atau salah atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi dibelakangnya. Moral anak otomatis mengikuti peraturan tanpa berfikir atau menilai, dan cenderung menganggap orang sampaumur yang berkuasa sebagai maha kuasa. Yang paling penting berdasarkan Piaget bahwa anak menilai suatu perbuatan benar atau salah berdasarkan eksekusi bukan pada nilai moralnya.
Di tahap kedua perkembangan kognitif anak telah terbentuk sehingga beliau sanggup mempertimbangkan semua cara yang mungkin untuk memecahkan dilema tertentu. Anak mulai sanggup melihat dilema dari banyak sekali sudut pandang dan sanggup mempertimbangkan banyak sekali faktor untuk memecahkan masalah.
D. Perkembangan Agama
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak sanggup dibagi menjadi tiga bagian:
The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengenai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih memakai konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng- dongeng yang kurang masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan ibarat yang ada dalam dongeng- dongeng.
Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama dari pada isi ajarannya dan dongeng akan lebih menarik jikalau bekerjasama dengan masa belum dewasa lantaran sesuai dengan jiwa kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan teologisnya, pernyataan dan ungkapannya wacana Tuhan lebih bernada individual, emosional dan impulsif tapi penuh arti teologis.
The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
Pada tingkat ini pemikiran anak wacana Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada relasi dengan memakai pikiran atau logika.
Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melaksanakan shalat pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya.
The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah mempunyai kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistik ini terbagi menjadi tiga golongan:
- Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
- Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan).
- Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati pedoman agama.
Fase dalam kandungan
Untuk memahami perkembangan agama pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang bekerjasama dengan psikis ruhani. Meski demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama bermula semenjak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian insan atas tuhannya
Fase bayi
Pada fase kedua ini juga belum banyak diketahui perkembangan agama pada seorang anak. Namun isyarat pengenalan pedoman agama banyak ditemukan dalam hadis, ibarat memperdengarkan adzan dan iqamah dikala kelahiran anak.
Sifat keagamaan pada anak sanggup dibagi menjadi enam bagian:
a. Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik)
Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis gres muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.
b. Egosentris
Sifat egosentris ini berdasarkan hasil ppenelitian Piaget wacana bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi belum dewasa tidak mempunyai arti ibarat orang dewasa.
Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat positif dan pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun pandangan gres wacana doa sebagai komunikasi antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan egosentris menuju dilema yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis.
c. Anthromorphis
Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia bekerjasama dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan perjuangan mereka untuk menghubungkan klarifikasi religius yang abnormal dengan dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret.
d. Verbalis dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari alasannya ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka berdasarkan tuntunan yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa yang menarik bagi mereka yaitu yang mengandung gerak dan biasa dilakukan (tidak aneh baginya).
e. Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak intinya diperoleh dengan meniru. Dalam hal ini orang bau tanah memegang peranan penting.
Pendidikan sikap religius anak intinya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan
f. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja. Untuk itu perlu diberi pengertian dan klarifikasi pada mereka sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya. Dalam hal ini orang bau tanah dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting.
E. Perkembangan Sosial
Menurut keyakinan tradisional sebagian insan dilahirkan dengan sifat sosial dan sebagian tidak. Orang yang lebih banyak merenungi diri sendiri daripada bahu-membahu dengan orang lain, atau mereka yang bersifat sosial pikirannya lebih banyak tertuju pada hal-hal diluar dirinya, secara ‘alamiah’ memang sudah bersifat demikian, atau lantaran faktor keturunan. Juga orang yang menentang masyarakat yaitu orang yang anti social.
F. Perkembangan Emosi
Pola Perkembangan Emosi
Kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi yang gres lahir. Gejala pertama sikap emosional yaitu keterangsangan umum terhadap stimulasi yang kuat. Keterangsangan yang berlebih-lebihan ini tercermin dalam kegiatan yang banyak pada bayi yang gres lahir. Meskipun demikian, pada dikala bayi lahir, bayi tidak memperlihatkan reaksi yang secara terperinci sanggup dinyatakan sebagai keadaan emosional yang spesifik.
Seringkali sebelum lewatnya periode neonate, keterangsangan umum pada bayi yang gres lahir sanggup dibedakan menjadi reaksi yang sederhana yang mengesankan wacana kesenangan dan ketidaksenangan. Reaksi yang tidak menyenangkan sanggup diperoleh dengan cara mengubah posisi secara tiba-tiba, sekonyong-konyong menciptakan bunyi keras, merintangi gerakan bayi, membiarkan bayi mengenakan popok yang basah, dan menempelkan sesuatu yang hambar pada kulitnya.
Rangsangan semacam itu menyebabkan timbulnya tangisan dan kegiatan besar. Sebaliknya, reaksi yang menyenangkan tampak terperinci tatkala bayi menetek. Reaksi semacam itu juga sanggup diperoleh dengan cara mengayun-ayunkannya, menepuk-nepuknya, memperlihatkan kehangatan, dan membopongnya dengan mesra. Rasa senang pada bayi sanggup terlihat dari relaksasi yang menyeluruh pada tubuhnya, dan dari bunyi yang menyenangkan berupa mendekut dan mendeguk.
Bahkan sebelum bayi berusia satu tahun, ekspresi emosional diketahui serupa dengan ekspresi pada orang dewasa. Lebih jauh lagi, bayi memperlihatkan banyak sekali macam reaksi emosional yang semakin banyak, antara lain kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kebahagiaan. Reaksi ini sanggup ditimbulkan dengan cara memperlihatkan banyak sekali macam rangsangan yang meliputi insan serta objek dan situasi yang tidak efektif bagi bayi ynag lebih muda.
Bukan hanya pola emosi umum yang mengikuti alur yang sanggup diramalkan, tetapi pola dari banyak sekali macam emosi juga sanggup diramalkan. Sebagai contoh, reaksi ledakan murka (temper tantrums) mencapai puncaknya pada usia antara dua dan empat tahun, dan kemudian diganti dengan pola ekspresi yang lebih matang, ibarat cemberut dan sikap Bengal.
G. Perkembangan Kognitif
Perbedaan-perbedaan individual dalam perkembangan kognitif bayi telah dipelajari melalui penggunaan skala perkembangan atau tes intelegensi bayi. Adalah penting untuk mengetahui apakah seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, normal, atau cepat. Kalau seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, beberapa bentuk pengayaan cukup penting. Akan tetapi bila seorang bayi berkembang pada suatu tahapan yang lebih maju, orang bau tanah sanggup dinasehati untuk memberi mainan yang lebih “sulit” guna merangsang pertumbuhan kognitif mereka.
Aspek Aspek Perkembangan Anak Usia Dini
Reviewed by dannz
on
4:04 AM
Rating: