Kritik dalam seni teater merupakan ulasan, tanggapan, penilaian, penghargaan terhadap objek yang dikritik yakni karya seni teater. Ulasan atapun tanggapan tersebut tentunya harus mempunyai dasar atau argumentasi yang berpengaruh sehingga hasil tanggapan tersebut sanggup bersifat objektif dan dipertanggungjawabkan. Karya teater yang akan diapresiasi biasanya sanggup pribadi disaksikan di gedung pertunjukkan atau tidak pribadi yaitu melalui rekaman video pertunjukan teater. Teater tanpa kritik akan tetap ada, namun disangsikan pengembangannya. Ada dua model kritik, yakni kritik subjektif dan kritik objektif.
A Kritik Subyektif Kritik subjektif yakni cara orang (kritikus) membuat ulasan berdasarkan selera pribadinya. Ketika ia membuat pernyataan bahwa pergelaran teater itu jelek, alasannya bahwa ia tidak suka. Sesuatu yang anggun berdasarkan ia yakni sesuatu yang ia sukai, bahkan membandingkan dengan karyanya. Sebaliknya ketikan ia menyampaikan bahwa pergelaran teater itu bagus, alasannya yakni memang ia suka garapan menyerupai itu atau mungkin ada kekerabatan personal dengan penggarap, alasannya yakni penggarap itu temannya, saudaranya, atau keluarganya.
Pandangan yang subjektif selalu tidak sanggup dipertanggungjawabkan. Oleh alasannya yakni dikala ia menyampaikan jelek, ia tidak bisa menerangkan di mana letak kelemahannya. Begitu juga sebaliknya dikala menyampaikan anggun terlanjur mempunyai perasaan kagum sehingga tak bisa berkata-kata. Kritikus yang subjektif kadang kala punya kecenderungan berpihak pada seseorang, bukan pada karya yang ditontonnya. Tidak heran jikalau kritikus semacam itu akan menutup diri di luar yang ia sukai. Dalam kehidupan zaman sekarang, kritikus semacam itu dibutuhkan untuk mempopulerkan atau menjatuhkan seseorang dengan cara menggencarkan publikasi di mass media untuk mensugesti opini masyarakat tentunya dengan imbalan.
2. Kritik Obyektif
Kritik objektif yakni kritik yang selalu mengulas karya seni tidak peduli itu karya siapa. Kritik objektif sanggup disebut kritik konstruktif bertanggung jawab. Oleh alasannya yakni kritikannya dinyatakan jelek, kritikus akan menerangkan di mana letaknya. Begitu juga dikala ia menyatakan bagus, harus bisa menjelaskan kenapa bagus. Kritikus semacam ini sangat dirindukan oleh kalangan seniman terutama seniman muda yang gres mulai terjun. Karya kritik yang objektif sanggup dijadikan ajang pembelajaran guna kemajuan seniman muda selanjutnya. Dengan demikian kritik objektif sanggup juga dikatakan kritik membangun. Artinya ia sangat bertanggung jawab atas kehidupan kekaryaan seni terutama teater di masa datang. Kritikus ini biasanya tidak bisa diintervensi oleh siapapun apalagi disogok, alasannya yakni ia tidak bertanggung jawab pada siapun kecuali pada profesinya.
Ada dua prinsip yang harus ditangkap dikala kita mengapresiasi pergelaran teater, yaitu konsep dan teknik. Konsep anggun tanpa didukung oleh kemampuan teknis yang memadai, tidak akan tercapai. Sebaliknya, jikalau konsepnya biasa-biasa saja, tetapi didukung oleh kemampuan teknis yang memadai, karya teater masih sanggup dinikmati oleh penonton, paling tidak sebagai hiburan semata. Hal-hal yang perlu dikritisi dikala mengapresiasi pergelaran teater antara lain (1) konsep dongeng dan teknis penggarapan cerita, (2) konsep dan teknis pementasan, (3) konsep dan teknik penyutradaraan, (4) konsep dan teknik permainan, (5) konsep dan teknik penggunaan properti.
Kritik Drama Wek-Wek
Naskah ini ditulis oleh D. Djaya Kusuma di tahun 1970 an. Wek-Wek merupakan drama komedi satir yang menyentil dan merasuki pikiran serta mengandung pesan moral yang masih paralel dengan kondisi sampaumur ini, bahwa korupsi tidak hanya terjadi di kalangan pemerintah dan penguasa tetapi dimana saja.
Pementasan teater lakon "Wek-Wek" saduran D. Djajakusuma, dimainkan oleh Kelompok REL Surakarta bercerita perihal Petruk, seorang buruh angon angsa telah dituduh oleh Bagong, sang majikan, menggelapkan angsa dan telornya sampai problem ini harus diselesaikan secara aturan di kantor Kelurahan. Dalam persidangan Petruk dibantu oleh Cempluk, seorang pukrul bamboo yang lihai bersilat lidah. Mereka berdua membuat komitmen untuk meraih laba dari Bagong, juragan yang pelit. Sidang dipimpin oleh Semar, seorang yang jadi lurah semenjak awal sejarah. Proses persidangan berjalan alot, meski balasannya diputuskan bahwa Bagong yang kalah alasannya yakni bersalah membuat kondisi yang menyerupai diderita si Petruk. Bagong yang tadinya menggugat justru jadi tergugat alasannya yakni kelihaian Cempluk atas masalah ini.
No. | Konsep | Penyajian |
---|---|---|
1. | Konsep dan teknis penggarapan cerita | Penggarapan dongeng pertunjukan dengan cara yang kocak dan dalam bentuk dagelan. Wek-Wek merupakan drama komedi satir yang menyentil serta mengandung pesan moral bahwa korupsi tidak hanya terjadi di kalangan pemerintah dan penguasa tetapi dimana saja termasuk rakyat jelata. Drama wek-wek mengangkat dunia politik yang dikemas dalam dunia perwayangan Jawa. |
2. | Konsep dan teknis pementasan | Baik dari gerak maupun bahasa sangat menghibur penonton, sehingga gelak tawa penonton pun tak sanggup ditutupi lagi. Protes terhadap kekuasaan terpotret dalam pelbagai simbol dan bentuk yang dihadirkan menyerupai sidang yang kacau. |
3. | Konsep dan teknis penyutradaraan | Sutradara memanfaatkan permasalahan yang ada di dalam masyarakat dengan mengambil tema masalah yang banyak dialami oleh masyarakat sehingga penonton (masyarakat) merasa bahwa apa yang ia rasakan sanggup di rasakan oleh orang lain. Petruk jadi tukang angon bebeknya Bagong. Ia dituduh mencuri telor dan bebek. Bagong melaporkan masalah ini pada Pak Lurah Semar untuk disidangkan. Cempluk menjadi pembela alias pokrol bambu untuk Petruk sang buruh (wong cilik) yang menjadi bulan-bulanan konglomerat hitam Bagong. Persidangan diwarnai kericuhan antara Cempluk dan Bagong. Setelah laga mulut, masalah dimenangkan oleh Petruk, dan Bagong harus membayar ganti rugi buat pengobatan Petruk yang hanya bisa bilang Wek-Wek. |
4. | Konsep dan teknik permainan | Drama wek wek, disajikan dengan adegan demi adegan secara teratur dan detail. Penyajian drama tidak membosankan alasannya yakni di dukung oleh sindiran-sindiran dari para lakon. Drama wek wek meskipun alurnya perihal masalah politik dalam suatu pemerintahan, akan tetapi tetap tidak menanggalkan unsur-unsur perwayangan. Kritik politik dalam drama wek wek tetap menyinggung masalah pemerintahan Indonesia semenjak zaman penjajahan sampai sekarang. |
5. | Konsep dan teknik penggunaan properti | Properti yang dipakai dalam drama tersebut berupa latar yang menggambarkan simbol keadilan berupa neraca. Penggunaan properti tersebut mengacu pada fungsi dan maknanya. Penggunaan properti mempertimbangkan aspek pertunjukan lainnya menyerupai musik pengiring, tata lampu. |
Menulis Kritik Teater
Reviewed by dannz
on
2:18 PM
Rating: