Orang sering menyebut phylum cacing ini sebagai cacing pipih. Anggota Platyhelminthes ada yang mempunyai ukuran tubuhnya mikroskopis dan ada yang mempunyai panjang badan sampai lebih dari 20 cm, menyerupai cacing pita. Tubuh bilateral simetris, pipih dorsoventral, dan triploblastik. Dibanding filum Porifera dan Cnidaria, Platyhelminthes mempunyai struktur badan yang lebih kompleks. Otot pada dinding badan berkembang baik, sistem saraf terdiri atas ganglion (simpul saraf) anterior yang dihubungkan oleh tali saraf yang memanjang. Alat ekskresi berupa sel api (flame cell).
1. Ciri-ciri Plathyhelminthes
Terdapat sekitar 20.000 spesies cacing pipih yang hidup pada habitat air laut, air tawar, daratan yang berair atau benalu pada organisme lain. Tubuh Platyhelminthes terdiri atas tiga lapisan embrionik (triploblastik). Tubuhnya aselomata atau tidak mempunyai rongga tubuh. Ada Platyhelminthes yang sudah mempunyai sistem pencernaan makanan, terutama yang hidup bebas. Namun, ada pula yang tidak mempunyai sistem pencernaan makanan, contohnya cacing pita (Cestoda). Secara umum ciri-ciri Plathyhelminthes antara lain sebagai berikut.
- Tubuh pipih dan tidak berbuku-buku.
- Sistem pencernaan dengan gastrovaskuler.
- Sistem pencernaan tidak tepat (tidak mempunyai anus).
- Sistem transportasi secara difusi melalui seluruh permukaan tubuh.
- Sistem saraf dengan ganglion.
- Sistem ekskresi memakai sel api.
- Tidak mempunyai sistem peredaran darah.
- Berespirasi secara difusi melalui seluruh permukaan tubuhnya.
2. Struktur Tubuh Plathyhelminthes
Tubuh cacing ini terdiri atas 3 lapisan jaringan, yaitu ektoderm (lapisan luar), mesoderm (lapisan tengah), dan endoderm (lapisan dalam) serta tidak mempunyai rongga badan atau bersifat triploblastik aselomata.
3. Klasifikasi Plathyhelminthes
Plathyhelminthes dikelompokkan menjadi 3 kelas, yaitu: Turbellaria atau cacing berbulu getar, Trematoda atau cacing isap, dan Cestoda atau cacing pita.
a. Turbellaria (cacing berbulu getar)
Turbellaria atau cacing berbulu getar merupakan cacing yang hidup bebas. Contohnya yaitu Planaria. Planaria yaitu cacing yang hidup secara bebas di perairan. Cacing ini bisa dijadikan sebagai bioindikator terhadap kadar pencemaran di suatu perairan. Cacing ini suka hidup di perairan yang higienis atau belum tercemar.
Planaria mempunyai sistem pencernaan yang masih sederhana. Makanan akan ditangkap melalui tonjolan faring yang berada pada pecahan tengah ventral tubuhnya. Makanan yang sudah ditangkap kemudian dimasukkan dalam usus yang bercabang-cabang untuk dicerna. Hasil pencernaan kuliner akan berdifusi ke seluruh jaringan tubuh, sementara itu sisa pencernaan akan dikeluarkan lewat mulut. Planaria merupakan cacing yang bersifat karnivora.
Cacing ini mempunyai alat pengeluaran atau ekskresi berupa sel api atau flame cell. Planaria bereproduksi secara seksual dengan peleburan sperma dan ovum. Planaria bersifat hermafrodit, namun demikian tidak pernah ada pembuahan sendiri sebab matangnya sperma dan ovum tidak dalam waktu yang bersamaan. Reproduksi aseksual dengan fragmentasi atau memotong diri. Setiap potongan tubuhnya bisa menjadi individu baru.
Pada pecahan kepala, di antara stigma (bintik mata) terdapat ganglion yang merupakan sentra saraf. Ganglion mengalami pemanjangan oleh saraf tepi yang menuju ke arah posterior. Antara kedua saraf tepi tersebut, akan dihubungkan oleh cabang saraf melintang, sehingga susunan sarafnya menyerupai tangga, oleh sebab itu sistem saraf pada Planaria disebut sistem saraf tangga tali.
Peranan Planaria terhadap kehidupan insan secara umum diperkirakan bahwa planaria sanggup dijadikan bioindicator. Cacing ini sanggup dipakai sebagai indikator biologis kemurnian air. Apabila dalam suatu perairan banyak terdapat cacing ini, berarti air tersebut belum terkotori sebab cacing ini hanya sanggup hidup di air yang jernih, sehingga apabila air tersebut terkotori maka cacing ini akan mati.
b. Trematoda (cacing isap)Peranan Planaria terhadap kehidupan insan secara umum diperkirakan bahwa planaria sanggup dijadikan bioindicator. Cacing ini sanggup dipakai sebagai indikator biologis kemurnian air. Apabila dalam suatu perairan banyak terdapat cacing ini, berarti air tersebut belum terkotori sebab cacing ini hanya sanggup hidup di air yang jernih, sehingga apabila air tersebut terkotori maka cacing ini akan mati.
Anggota cacing ini semuanya bersifat parasit, baik pada binatang ternak ataupun pada manusia. Tubuh cacing ini dibungkus oleh kutikula untuk menjaga semoga tubuhnya tidak tercerna oleh inangnya dan mempunyai alat pengisap dan alat kait untuk melekatkan diri pada inangnya. Contoh Trematoda antara lain:
1) Fasciola hepatica (cacing hati pada ternak)
Cacing hati mempunyai panjang 2-6 cm dan habitatnya yaitu di hati ternak. Cacing ini tidak mempunyai anus dan alat ekskresinya berupa sel api, sistem saraf tangga tali serta mempunyai alat pengisap atau sucker yang terdapat pada pecahan verbal serta pada pecahan ventral atau perut. Bagian tubuhnya ditutupi oleh sisik kecil dari kutikula sebagai pelindung tubuhnya dan membantu ketika bergerak. Cacing ini bersifat hemaprodit, berkembang biak dengan cara pembuahan sendiri atau silang.
Daur hidup cacing ini dimulai dari telur yang berada dalam feses keluar ke lingkungan. Jika ternak tersebut mengeluarkan kotoran, maka telurnya juga akan keluar menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium. Larva tersebut akan berenang, apabila bertemu dengan siput Lymnea auricularis akan menempel pada mantel siput. Di dalam badan siput, silia sudah tidak mempunyai kegunaan lagi dan bermetamorfosis sporokista. Sporokista sanggup menghasilkan larva lain secara partenogenesis yang disebut redia yang juga mengalami partenogensis membentuk serkaria.
Setelah terbentuk serkaria, maka akan meninggalkan badan siput dan akan berenang sehingga sanggup menempel pada rumput sekitar kolam/sawah. Apabila keadaan lingkungan tidak baik, contohnya kering maka kulitnya akan menebal dan akan bermetamorfosis metaserkaria. Pada ketika ternak makan rumput yang mengandung metaserkaria, maka sista akan menetas di usus ternak dan akan menerobos ke dalam hati ternak dan berkembang menjadi cacing muda, demikian seterusnya.
Setelah terbentuk serkaria, maka akan meninggalkan badan siput dan akan berenang sehingga sanggup menempel pada rumput sekitar kolam/sawah. Apabila keadaan lingkungan tidak baik, contohnya kering maka kulitnya akan menebal dan akan bermetamorfosis metaserkaria. Pada ketika ternak makan rumput yang mengandung metaserkaria, maka sista akan menetas di usus ternak dan akan menerobos ke dalam hati ternak dan berkembang menjadi cacing muda, demikian seterusnya.
2) Clonorchis sinensis
Clonorchis sinensis merupakan cacing hati yang benalu pada hati manusia. Cacing ini hospes antaranya yaitu ikan air tawar.
Daur hidup cacing ini dimulai dari telur yang keluar bersama feses, Jika telur ini tergoda oleh siput (lymnea), maka akan menetas dalam usus siput. Larva atau mirasidium akan berubah bentuk menjadi sporosista yang akan berkembang menjadi redia. redia akan tumbuh dan berkembang menghasilkan larva ketiga disebut serkaria. Serkaria ini kemudian bermigrasi atau meningglkan badan siput dan masuk ke dalam air.
Jika serkaria masuk ke badan ikan, serkaria akan menembus badan ikan dan biasanya masuk ke dalam daging ikan atau biasa juga di bawah sisik (kulit). Saat itu membentuk metaserkaria (kista) dan melepaskan ekornya. Ketika ikan air tawar yang terinfeksi larva cacing ini tidak dimasak secara tepat dan dimakan manusia, maka akan masuk menuju akses pencernaan dan menuju akses empedu dan remaja dalam organ hati. Cacing ini sanggup merusak sel-sel hati dan sanggup mengakibatkan kematian.
Daur hidup cacing ini dimulai dari telur yang keluar bersama feses, Jika telur ini tergoda oleh siput (lymnea), maka akan menetas dalam usus siput. Larva atau mirasidium akan berubah bentuk menjadi sporosista yang akan berkembang menjadi redia. redia akan tumbuh dan berkembang menghasilkan larva ketiga disebut serkaria. Serkaria ini kemudian bermigrasi atau meningglkan badan siput dan masuk ke dalam air.
Jika serkaria masuk ke badan ikan, serkaria akan menembus badan ikan dan biasanya masuk ke dalam daging ikan atau biasa juga di bawah sisik (kulit). Saat itu membentuk metaserkaria (kista) dan melepaskan ekornya. Ketika ikan air tawar yang terinfeksi larva cacing ini tidak dimasak secara tepat dan dimakan manusia, maka akan masuk menuju akses pencernaan dan menuju akses empedu dan remaja dalam organ hati. Cacing ini sanggup merusak sel-sel hati dan sanggup mengakibatkan kematian.
Cacing ini dikenal sebagai cacing pitayang bersifat sebagai benalu pada binatang dan manusia. Tubuh kita sanggup dimasuki cacing ini apabila kita memakan ikan, daging sapi, anjing, atau babi yang tidak matang. Jenis yang populer yaitu Taenia saginata (inangnya binatang sapi) dan Taenia solium (inangnya binatang babi).
Semua cacing pita tidak mempunyai alat pencernaan, sebab sari-sari kuliner sanggup pribadi diserap melalui seluruh permukaan tubuhnya. Tubuhnya beruas-ruas atau biasa disebut sebagai proglotid, di mana setiap proglotid mengandung alat reproduksi, ekskresi, dan bisa menyerap sari kuliner dari inangnya. Karena itulah tiap proglotid sanggup dianggap sebagai koloni individu. Contoh dari cacing ini yaitu Taenia saginata dan Taenia solium.
Semua cacing pita tidak mempunyai alat pencernaan, sebab sari-sari kuliner sanggup pribadi diserap melalui seluruh permukaan tubuhnya. Tubuhnya beruas-ruas atau biasa disebut sebagai proglotid, di mana setiap proglotid mengandung alat reproduksi, ekskresi, dan bisa menyerap sari kuliner dari inangnya. Karena itulah tiap proglotid sanggup dianggap sebagai koloni individu. Contoh dari cacing ini yaitu Taenia saginata dan Taenia solium.
Cacing Taenia solium merupakan cacing benalu yang remaja pada insan dengan hospes antara yaitu babi. Berbeda dengan cacing Taenia saginata, cacing ini pada kepala (skoleks) terdapat alat pengisap dan kait dari kitin atau disebut sebagai rostelum. Taenia saginata secara sepintas menyerupai dengan Taenia solium, hanya saja perbedaannya ada pada ukuran tubuhnya yang lebih panjang, pada kepalanya tidak mempunyai rostelum dan hospes antaranya yaitu sapi.
Daur hidup Cestoda
Proglotid remaja yang telah menghasilkan telur keluar bersama feses, kemudian telur tersebut akan menetas menjadi onkosfer. Bila larva tersebut tertelan (sapi atau babi) maka larva tersebut akan berada dalam usus dan berkembang menjadi heksakan.
Larva tersebut kemudian akan menembus dinding usus dan ikut bersama anutan darah dan masuk ke dalam otot atau daging. Di dalam otot atau daging (sapi atau babi) tersebut, larva akan berkembang lagi menjadi bentuk gelembung atau sistiserkus. Selanjutnya, dinding sistiserkus akan tumbuh menjadi skoleks. Ketika seseorang mengonsumsi daging babi atau sapi yang di dalamnya ada larva tersebut, larva tadi akan ikut masuk ke dalam akses pencernaan dan akan menetas menjadi cacing remaja dalam usus manusia. Perbedaan Taenia saginata dengan Taenia solium, yaitu hanya pada skoleksnya yang tidak mempunyai kait, cacing ini juga gampang diberantas.
Larva tersebut kemudian akan menembus dinding usus dan ikut bersama anutan darah dan masuk ke dalam otot atau daging. Di dalam otot atau daging (sapi atau babi) tersebut, larva akan berkembang lagi menjadi bentuk gelembung atau sistiserkus. Selanjutnya, dinding sistiserkus akan tumbuh menjadi skoleks. Ketika seseorang mengonsumsi daging babi atau sapi yang di dalamnya ada larva tersebut, larva tadi akan ikut masuk ke dalam akses pencernaan dan akan menetas menjadi cacing remaja dalam usus manusia. Perbedaan Taenia saginata dengan Taenia solium, yaitu hanya pada skoleksnya yang tidak mempunyai kait, cacing ini juga gampang diberantas.
Struktur Dan Fungsi Badan Plathyhelminthes
Reviewed by dannz
on
3:43 AM
Rating: