Upacara Penanaman Tembuni Suku Banjar

Suku Banjar yang berasal dari Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai kepercayaan bahwa kehidupan insan selalu diiringi dengan masa-masa kritis. Masa kritis yakni masa yang penuh ancaman dan bahaya. Masa-masa tersebut merupakan masa peralihan dari tingkat kehidupan yang satu ke tingkat hidup yang lainnya saat insan masih berupa janin hingga meninggal dunia. Oleh lantaran itu diharapkan suatu perjuangan untuk menciptakan kondisi tersebut menjadi netral supaya kehidupan sanggup berjalan dengan selamat.

Salah satu perjuangan yang sanggup dilakukan yakni dengan mengadakan upacara bulat hidup, menyerupai upacara perkawinan, upacara kelahiran, dan upacara kematian. Rangkaian upacara akhlak suku Banjar ini menerima dampak dari agama Islam. Hal ini sanggup terlihat pada upacara kelahiran, yaitu ayah si bayi akan mengumandangkan azan di indera pendengaran sang bayi, diqomatkan, dan bibirnya diolesi gula atau kurma, dan lain-lain.

Upacara penanaman tembuni merupakan upacara yang berafiliasi dengan kelahiran anak di suku Banjar. Sama halnya dengan di jawa tembuni (jawa = ari-ari, plasenta) dipercaya merupakan saudara kembar dari sang bayi. Ketika mengadakan upacara akhlak kelahiran bayi diharapkan beberapa perlengkapan sebagai berikut :
  1. Upiah pinang (pelepah pinang, jawa = upih) untuk membungkus tembuni atau ari-ari.
  2. Kapit (wadah tembikar yang berbentuk menyerupai pot kecil) untuk menyimpan tembuni.
  3. Sembilu yang dipakai untuk memotong tali sentra (ari-ari).
  4. Sarung kain batik yang dipakai untuk membersihkan badan bayi saat tali pusarnya telah dipotong.
  5. Tepung tawar yang dipakai untukmenaburi badan bayi biar terlepas dari gangguan roh-roh jahat.
  6. Madu, kurma, dan garam dipakai untuk mengolesi bibir bayi.
  7. Kukuih yaitu bubur yang terbuat dari beras ketan.
  8. Seliter beras, sebiji gula merah, sebutir kelapa, rempah-rempah untuk memasak ikan sebagai sasarah diberikan kepada dukun bayi untuk ungkapan terima kasih.

Bayi yang gres lahir pusarnya akan dipotong memakai sembilu yang tajam. Tembuni yang telah dipotong akan dibungkus memakai upiah pinang dan diberi sedikit garam kemudian dimasukkan kedalam kapit. Kapit ditutup memakai daun pisang yang telah diasapi. Kapit tersebut selanjutnya akan ditanam di tanah atau dihanyutkan di sungai.

Dalam masyarakat Banjar terdapat kepercayaan bahwa tembuni yang ditanam di bawah pohon besar, kelak bayi yang bersangkutan akan menjadi orang besar, bila ditanam di bawah tanaman bunga-bungaan diharapkan namanya akan harum menyerupai bunga tersebut. Tembuni yang dihanyutkan di sungai , diharapkan kelak anak tersebut akan menjadi seorang pelaut. Tembuni yang diikatkan pada sebatang pohon mempunyai maksud biar sehabis remaja bayi tersebut tidak akan merantau ke luar kawasan melaikan akan tetap berada di kampung halamannya.

Penanaman tembuni bergantung dari impian orangtua terhadap anaknya di kemudian hari. Tidak ada hukum yang mengharuskan tembuni ditanamkan atau dibuang di suatu tempat menyerupai halnya di kawasan Jawa. Bahkan, sebagian ada sebagian warga yang menyisakan sedikit tembuni dan menyimpannya dalam suatu wadah yang sama, hal ini dimaksudkan biar kelak sehabis remaja anak-anaknya sanggup hidup rukun dan damai.

Setelah tembuni selesai dipotong, bayi dibersihkan dengan beberapa lapis kain sarung atau kain batik. Bayi diletakkan di atas talam yang telah dilapisi kain sarung atau kain batik. Kemudian sang ayah memperdengarkan azan dan iqamat di bersahabat indera pendengaran sang bayi. Hal ini dimaksudkan biar bunyi yang pertama didengan oleh yang bayi yakni kalimat Allah sehingga anak tersebut menjadi bertqwa. Selain itu bibir bayi diolesi dengan gula, kurma, dan garam. Hal ini diharapkan sang bayi kelak saat remaja akan bertutur anggun dan semua perkataannya diperhatikan dan diikuti oleh orang lain.

Setelah upacara tersebut selesai, program dilanjutkan dengan program berparas bidan yang dipimpin oleh seorang dukun beranak atau bidan. Dukun beranak tersebut membacakan doa-doa untuk sang bayi dan badan bayi ditaburi dengan tepung tawar. Hal ini mempunyai maksud biar sang bayi selalu didampingi oleh saudaranya (tembuni) dan terhindar dari gangguan roh-roh jahat. Upacara berparas bidan diakhiri dengan program makan bersama, sebagai ucapan terima kasih dukun beranak diberi sesarah menyerupai yang telah disebutkan.

Suku Banjar yang berasal dari Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai kepercayaan bahwa kehid Upacara Penanaman Tembuni Suku BanjarRangkaian upacara selanjutnya yakni sumbangan nama sang bayi atau sering disebut dengan istilah tasmiah. Upacara ini dilaksanakan sehabis bayi berumur seminggu, susunan program dalam tasmiah antara lain : pembacaan ayat-ayat suci Al Qur'an (Surat Ali Imron), sumbangan nama oleh Mu'alim atau penghulu, dan barzanji. Setelah program tersebut selesai, warga yang menhadiri upacara ini diminta memperlihatkan tepung tawar pada badan sang bayi dengan baburih-likat termasuk mu'alim dan penghulu. Selesai program tasmiah membuktikan selesainya upacara kelahiran di masyarakat banjar.
Upacara Penanaman Tembuni Suku Banjar Upacara Penanaman Tembuni Suku Banjar Reviewed by dannz on 8:07 PM Rating: 5