Perjuangan Bangsa Melalui Negosiasi Linggarjati

Bangsa Indonesia sadar bahwa kekuatan senjata bukan satu-satunya jalan untuk mencapai kemerdekaan. Jalur diplomasi atau negosiasi yaitu jalan lain yang perlu ditempuh bangsa Indonesia. Hal ini juga memperlihatkan bahwa bangsa Indonesia yaitu bangsa yang cinta damai, tetapi lebih menyayangi kemerdekaan. Sebab langkah diplomasi kadang tidak selamanya menguntungkan bangsa Indonesia, demikian sebaliknya. Bagaimana bangsa kita berusaha menjalankan politik tenang untuk mempertahankan kemerdekaan, tetapi juga tidak mengesampingkan dengan kekuatan senjata?

Salah satu jalur diplomasi yang ditempuh oleh bangsa Indonesia yaitu perjanjian Linggarjati. Linggajati, juga yaitu sebuah desa di kecamatan Cilimus, Kuningan yang terletak di kaki Gunung Ceremai, antara kota Cirebon dan Kuningan.

A. Latar Belakang Perjanjian Linggarjati
AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) yaitu pasukan sekutu yang dikirim ke Indonesia sesudah selesainya Perang Dunia II untuk melucuti persenjataan tentara Jepang, membebaskan tawanan perang Jepang.

Sedangkan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) atau "Pemerintahan Sipil Hindia Belanda" merupakan organisasi semi militer yang dibuat pada 3 April 1944 yang bertugas mengembalikan pemerintahan sipil dan aturan pemerintah kolonial Hindia Belanda selepas kapitulasi pasukan pendudukan Jepang di wilayah Hindia Belanda (sekarang Indonesia) seusai Perang Dunia II .

Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia alasannya yaitu disaat itu Jepang tetapkan status quo di Indonesia yang mengakibatkan terjadinya konflik antara Indonesia dan Belanda. Salah satu teladan konflik tersebut yaitu insiden 10 November di Surabaya. Tidak hanya itu saja, namun pemerintah Inggris bertanggung jawab menuntaskan konflik politik dan militer di Asia.

B. Perundingan Awal di Jakarta
Inggris mengirim diplomat Sir Archibald Clark Kerr, pada tanggaI 10 Februari 1946 diadakan negosiasi Indonesia dengan Belanda di Jakarta. Indonesia diwakili oleh Perdana menteri Sutan Syahrir dan Belanda diwakili oleh Van Mook. Van Mook mengusulkan biar Indonesia menjadi negara persemakmuran benbentuk federasi di lingkungan kerajaan Belanda.

Pada waktu itu Kabinet Syahrir mengalami krisis yang menjadikan Kabinet Syahrir jatuh. Presiden Sukarno kemudian menunjuk Syahrir kembali sebagai Perdana Menteri. Kabinet Syahrir II teribentuk pada tanggal 13 Maret 1946. Kabinet Syahrir II mengajukan ajakan jawaban dari usul-usul Van Mook biar RI harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah Hindia Belanda.

Usulan tersebut ditolak oleh Van Mook. Pada tanggal 27 Maret 1946, Sutan Syahrir menawarkan jawaban disertai konsep persetujuan yang isi pokoknya antara lain sebagai berikut.
  1. Supaya pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto RI atas Jawa dan Sumatra.
  2. Supaya RI dan Belanda bekerja sama membentuk RIS.
  3. RIS gotong royong dengan Nederland, Suriname, dan Curacao, menjadi penerima dalam ikatan kenegaraan Belanda.

C. Perundingan Hooge Valuwe
Perundingan dilanjutkan di negeri Belanda, di kota Hooge Veluwe bulan April 1946. Sebagai penengah dalam perundingan, Inggris mengirim Sir Archibald Clark Kerr. Pada kesempatan itu Syahrir mengirim tiga orang delegasi dari Jakarta, yaitu Mr. W. Suwandi, dr. Sudarsono, dan A.K. Pringgodigdo. Dari Belanda hadir lima orang yaitu Van Mook, J.H. van Royen. J.H.Logeman, Willem Drees, dan Dr. Schermerhorn.

Namun negosiasi tersebut gagal alasannya yaitu Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja. Bagi Indonesia negosiasi Hooge Valuwe memperkuat posisi Indonesia di depan Belanda.

D. Pelaksanaan Perundingan Linggarjati
Dalam negosiasi ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai perantara dalam negosiasi ini.

Pelaksanaan sidang-sidangnya berlangsung pada tanggal 11 - 15 November 1946. Hasil negosiasi tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
  1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa dan Madura.
  2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
  3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
  4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
 Bangsa Indonesia sadar bahwa kekuatan senjata bukan satu Perjuangan Bangsa Melalui Perundingan Linggarjati
Pada bulan Desember 1946, Presiden mengeluarkan Peraturan No. 6 wacana penambahan anggota KNIP. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar bunyi yang pro Perjanjian Linggarjati dalam KNIP. Tanggal 28 Februari 1947 Presiden melantik 232 anggota gres KNIP. Akhirnya isi Perundingan Linggarjati disahkan oleh KNIP pada tanggal 25 Maret 1947, yang lebih dikenal sebagai tanggal Persetujuan Linggarjati.

E. Dampak Perundingan Linggarjati
Hasil kesepakatan dalam negosiasi Linggarjati menawarkan efek bagi bangsa Indonesia. Dampak tersebut berupa efek positif dan juga efek negatif. Dampak positif hasil negosiasi Linggarjati antara lain sebagai berikut.
  1. Adanya akreditasi Belanda secara de facto mengakui kekuasaan pemerintah RI atas Jawa, Madura dan Sumatera
  2. Dari negosiasi linggarjati, berturut-turut negara absurd kini mengakui kekuasaan RI seperti.. Inggris: 31 Maret 1947, Amerika Serikat 17 April 1947 , Mesir 11 Juni 1947, Lebanon: 29 Juni 1947, Suriah: 2 Juli 1947, Afganistan: 23 September 1947, Burma: 23 November 1947, Saudi Arabia: 24 November 1947, Yaman: 3 Mei 1948, dan Rusia: 26 Mei 1948

Selain efek positif beberapa efek negatif hasil Perundingan Linggarjati antara lain sebagai berikut.
  1. Belanda sanggup membangun kembali kekuatan di Indonesia
  2. Banyak partai yang menetang kebijakan Syahrir mulai dari Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. partai tersebut menyatakan bahwa bukti lemahnya pemerintah Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.
  3. Pemimpin negosiasi linggarjati Indonesia yaitu Sutan Syahrir dianggap menawarkan konsensi bagi Belanda menciptakan sebagian besar anggota Partai Sosialis di Kabinet dan KNIP menarik dukungannya kepada Syahrir pada tanggal 26 Juni 1947.

F. Konferensi Malino
Pelaksanaan hasil negosiasi ini tidak berjalan mulus. Belanda melaksanakan tekan politik dan militer di Indonesia. Tekanan politik dilakukan dengan menyelenggarakan Konferensi Malino, yang bertujuan untuk membentuk negara-negara federal di kawasan yang gres diserahterimakan oleh Inggris dan Australia kepada Belanda. Konferensi Malino diselenggarakan pada 15-26 juli 1946.

Pada kenyataannya pemerintah federal yang didirikan Van Mook itu tidak beda pemerintah Hindia Belanda. Untuk itulah negara-negara federal mengadakan rapat di Bandung pada Mei – Juli 1948. Rapat itu diberi nama Bijeenkomst voor federal Overleg (BFO), yaitu suatu pertemuan untuk Musyawarah Federal.

BFO dimaksudkan untuk mencari solusi dari situasi politik yang genting jawaban dari perkembangan politik antara Belanda dan RI. Pertemuan Bandung juga dirancang untuk menjadikan pemerintahan peralihan yang lebih baik daripada pemerintahan Federal Sementara buatan Van Mook.
Perjuangan Bangsa Melalui Negosiasi Linggarjati Perjuangan Bangsa Melalui Negosiasi Linggarjati Reviewed by dannz on 5:56 PM Rating: 5